Potosi, Bolivia (ANTARA News/AFP) - Para pemrotes anti pemerintah Bolivia memperkekat aksi mereka di Potosi, Sabtu, dengan melancarkan mogok makan dan memutuskan hubungan kereta api ke Chile, sementara para wisatawan mulai mencari jalan untuk keluar dari kota pertambangan itu, 10 hari setelah diblokade.

"Kami melakukan ini sampai tuntas," kata seorang pemogok makan di tenda di taman utama Potosi.

Mereka yang melakukan mogok makan itu termsuk poara pejabat daerah, para pemimpin serikat buruh dan pertanian serta Gubernur Potosi Felix Gonzalez, mantan sekutu Presiden Evo Morales, yang banyak pengeritik tuduh ia mengabaikan kesengsaraan rakyat miskin Bolivia yang memilih dia menjadi presiden enam tahun lalu.

"Pemogokan ini... adalah jawaban rakyat terhadap kebohongan-kebohongan pemerintah," kata ketua Dewan Kota Potosi Remberto Gareca kepada AFP.

Orang-orang yang ikut serta dalam pemogokan umum itu, sebagian besar penduduk lokal, buruh tambang dan petani, menginginkan investasi daerah ditingkatkan, termasuk pembangunan sebuah pabrik semen baru dan sebuah bandara yang lebih besar.

Kota selatan yang berpenduduk 16.000 orang selama 10 hari terputus hubungan dengan daerah-daerah lain akibat perintang jalan terdiri atas batu-batu besar di tempatkan di rute akses utama kota itu.

Pada hari Jumat, para pemrotes menguasai bandara kota itu yang menutup seluruh lalu lintas penerbangan.

Pada Sabtu, para buruh tambang memblokir jalur kereta api ke Chile, sementara para pemrotes lainnya memblokir jalan-jalan raya yang juga menuju Chile dan Argentina.

"Peraturan kami tegas di sini. Kami tidak mengizinkan satu kendaraan lewat," kata Janet Chipaca, yang ikut dalam aksi itu dari Betanzos, selatan Potosi kepada AFP di satu tempat penghadang jalan.

"Kami ada 6.000 orang. Kami telah mengatur aksi itu tetapi tertahan akibat cuaca," katanya sementara angin dingin melanda wilayah Andes Bolivia melalui lembah itu.

Beberapa kilometer utara kota itu, sekitar 1.000 orang tertahan di San Antonio sejak 29 Juli," karena konvoi bus terhambat di satu perintang jalan menju Potosi.

"Kami kedinginan, lapar dan takut," kata Rosario Machicado kepada AFP.

Lebih dari 100 turis dari beberapa negara , termasuk 56 dari Prancis,tertahan di Potosi sejak kota itu lumpuh akibat pemogokan umum itu.

Akan tetapi , pada hari Sabtu sekitar 40 turis, 20 di antara mereka dari Prancis dapat meninggalkan negara itu dengan menumpang pesawat-pesawat ekcil yang dicarter badan kepariwisataan Bolivia setelah melakukan perundingan dengan para pemimpin pemogokan, kata satu sumber diplomatik kepada AFP dan menambahkan sedangkan sisanya akan diberangkatkan kemudian.

Duta besar Prancis untuk La Paz, Antoine Grassin sebelumnya memperigatkan bahwa konflik yang berkepanjangan dapat mengganggu industri pariwisata negara itu serta investasi-invistasi luar negeri yang bertujuan mencapai kesejahteraan rakyat Bolivia yang kaya lithium itu.

Bolivia yang tidak memiliki pelabuhan laut itu memiliki sekitar separuh dari cadangan lithum dunia, satu barang tambang penting untuk untuk baterai serta segala telepon seluler dan laptop sampai pada mobil-mobil listrik.

Grassin juga mengatakan ia secara resmi menyatakan "kecemasan" Prancis atas kesehatan dan keselamatan para turis Prancis yang terperangkap di Potosi, beberapa orang dari mereka, menurutnya "mulai mengalami gangguan kesehatan akibat letak Potosi (sekitar 4.000 meter) dari permukaan laut.

"Saya sangat khawatir dan sedih dengan apa yang terjadi di Potosi dan kami menyerukan para pemogok menghentikan aksi mereka," kata Wakil Presiden Bolivia Alvaro Garcia di La Paz.

"Untuk ketujuh kalinya kami meminta mereka mengehentikan pemogokan itu dan segera kembali bekerja di Potosi," tambahnya.(*)

(Uu.H-RN/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010