Bogor (ANTARA News) - Rencana pembangunan gedung baru DPR RI senilai Rp1,6 triliun dinilaioleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bogor, Jawa Baratterlalu berlebihan dan tidak pantas.

"Itu tidak pantas, terlalu berlebihan dan mewah," kata Sekretaris Komisi B DPRD Kota Bogor, Yusuf Dardiri, saat ditemui usai buka puasa bersama dengan Muspida sekaligus penutupan rapat paripurna ke dua, Rabu malam.

Ia menyebutkan pembangunan gedung DPR senilai Rp1,6 triliun disaat perekonomian bangsa saat ini sangat tidak tepat.

Menurut Dia, selayaknya pemerintah lebih memfokuskan pembangunan SDM Anggota Dewan dengan meningkatkan fasilitas teknologi dan informatika bagi anggota dewan.

"Lebih baik pembangunan difokuskan pada peningkatan fasilitas keperluan kerja anggota dewan seperti sarana telekomunikasi dan informatika," ujarnya.

Karena, kata Yusuf yang dibutuhkan anggota dewan saat ini adalah peningkatan kapasitas intelektualitas para anggota.

Mengingat selama ini, kata Dia, tingkat intelektualitas dan pemahaman terhadap undang-undang masih minim, karena tidak tersajinya fasilitas penunjang konektisitas peraturan yang dibuat oleh anggota dewan.

Ia mencontohkan ketika anggota dewan mengkaji Undang-Undang nomor 10 tahun 2005 tentang Pariwisata yang didalamnya menjelaskan tentang kawasan strategis pariwisata.

"Ketika kita membahas permasalahan ini ditingkat dewan, dan mempertanyakan peraturannya, mereka malah melemparkan permasalahan ini ke pihak PU dengan alasan aturan jelasnya ada di PU. Seharusnya anggota dewan sebagai pembuat undang-undang memahami isi dari undang-undang tersebut," tandasnya.

Yusuf yang juga anggota panitia anggaran DPRD Kota Bogor menyebutkan, kebiasaan anggota dewan yang tidur digedung bukan dikarenakan gedung yang tidak nyaman. Tetapi, dikarenakan kurang fokusnya para anggota dewan terhadap permasalahan yang dibicarakan.

"Jadi bukan yang bermasalah, tapi karena individunya ketika sidang tidak memahami permasalahan sehingga membuat pikiran jenuh," ujar anggota dewan dari fraksi PKS tersebut.

Yusuf menambahkan, pembangunan hendaknya berbasis kebutuhan. Pembenahan yang harus dilakukan adalah sistem integrasi atau keterpaduan dalam pembuatan undang-undang.

"Gedung masih representatif, tidak perlu dibangun ulang. Pembangunan harus berbasis kebutuhan," ujarnya. (LR/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010