Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengatakan, insiden penusukan terhadap pendeta Luspida boru Simanjuntak dan Asian Lumban Toruan (50) seorang jemaat Huria Kristen Batak Prostestan (HKBP) di Ciketing, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, harusnya tidak sampai ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Terlalu tinggi bila sampai Presiden Yudhoyono. Kasus Ciketing Bekasi tidak bisa digeneralisir menjadi masalah nasional," kata Taufik, Jakarta, Rabu.

Seharusnya, kata Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional itu, penyelesaian kasus tersebut hanya sampai tingkat bupati saja.

"Sebenarnya peranan RT, RW, Kepala Desa, Camat dan Bupati sangat diperlukan sekali untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tak perlu sampai ke presiden," katanya.

Ia menambahkan, di hampir semua daerah di Indonesia ini, ada gereja dan mesjid yang saling berhadapan dan berdampingan, namun tidak menimbulkan permasalahan sama sekali. Bahkan kedua pihak hidup rukun dan damai.

Taufik menenggarai adanya dramatisir yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dalam kasus Ciketing Bekasi.

"Kasus Ciketing Bekasi seolah-olah didramatisir sedemikian rupa, bahkan saya menenggarai ada keinginan untuk mengadu domba antar umat beragama," katanya.

Oleh karena itu, ia meminta kepada semua pihak untuk tidak terpancing dan terprovokasi dengan dramatisir dan adu domba yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Kita harus berpikir jernih, tidak terpancing, tidak terprovokasi. Kasus Bekasi hanya sebuah case saja," ujar Taufik.

Terkait dengan revisi Surat Keputusan Bersama dua menteri tentang persyaratan pendirian rumah ibadah masih relevan dan dipertahankan.

"Saya menilai SKB dua menteri itu masih diperlukan, masih relevan. Tinggal bagaimana Ketua RT, Ketua RW, Kepala Desa, Camat hingga Bupati mengimplementasikannya," kata Taufik.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Sauifuddin mengatakan Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri yang mengatur persyaratan pendirian rumah ibadah perlu dipertahankan karena harus ada aturan yang mengatur dan tidak main hakim sendiri.

"Jadi prinsip dasarnya tetap harus dipertahankan adanya peraturan itu. Kalau memang peratuan itu ada kekurangan, mari kita perbaiki bersama," kata Lukman Hakim.

Ia meminta kepada tokoh-tokoh agama untuk duduk bersama-sama membahas peraturan tersebut SKB tersebut.

"Akan lebih arif, produktif dan solutif kalau kemudian tokoh-tokoh agama itu hadir dengan draft revisi peraturan tentang bagaimana hidup bersama diantara umat beragama dalam hal ini tentang pendirian rumah ibadah itu seperti apa. Kalau dinilai bahwa peraturan bersama atau SKB menteri itu dinilai ada kekurangan-kekurangan, mari hadir dengan revisi penyempurnaan," kata Lukman.

Ia berharap tokoh-tokoh agama, masyarakat untuk berhenti mempolemikan kasus Ciketing Bekasi, serta tidak merespon tindak kekerasan dengan cara kekerasan.

"Maksud saya katakanlah dengan menghujat makian bahkan tuduhan dan seterusnya, sebaiknya dihentikan," harapnya.

Mengenai revisi peraturan pendirian rumah ibadah, perlu ada sosialisasi terlebih dahulu ke masyarakat sehingga publik juga ikut terbuka.

"Akses untuk sharing pendapat lalu diajukan ke partai-partai politik atau pemerintah untuk kemudian menjadi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi misalnya UU kalau tidak mau PP atau Perda atau peraturan bersama menteri," sebut politisi dari Partai Persatuan Pembangunan itu. (*)
(ANT/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010