Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengatakan penyerapan belanja modal yang baru terserap sebesar 32 persen menunjukkan ada proses birokrasi yang buruk dan untuk itu diperlukan "reward and punishment".

"Kalau belanja modal baru terserap 30-an persen, bahaya itu. Semakin menunjukkan bahwa birokrasi jelek. Terutama kalau menyangkut belanja modal, seperti infrastruktur," katanya Rabu.

Menurutnya pemerintah sering berkilah bahwa proses lelang lama. Artinya birokrasi jelek, harus ada reward and punishment.

Ia mengatakan tanggung jawab penyerapan yang masih rendah berada dalam tubuh satuan kerja di masing-masing Kementerian Lembaga, karena merupakan pelaksana teknis. Dan ini merupakan tanggung jawab dari Kementerian Keuangan.

"Sebenarnya ada tanggung jawab di Depkeu, karena pembinaan standar pekerjaan satuan kerja tetap menjadi domain Depkeu. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) jelek sebenarnya juga tanggung jawab Depkeu, karena mereka wajib memberi pelatihan," ujarnya.

Ia mengharapkan pada triwulan IV ini, Kementerian Lembaga yang tidak mampu menyerap anggaran akan dikenakan sanksi.

"Pada Triwulan IV nanti, semua aturan yang pada triwulan I-III ditegakkan akan menjadi longgar. Ini karena kalau tidak terserap akan ada sanksi. Nanti akan berujung pada kompromi, karena Depkeu juga ketakutan kalau tidak terserap," ujarnya.

Ia juga mengatakan penyerapan anggaran yang masih rendah dapat membuat kualitas pembangunan infrastruktur menjadi rendah dan untuk itu harus ada garansi agar proyek pembangunan dilakukan secara serius.

Kualitas memang jadi dipertanyakan, infrastruktur yang dibangun berpotensi cepat rusak. Untuk ini belum ada sanksi. Kami akan mengusulkan bahwa dalam waktu tertentu hasil pekerjaan harus ada garansi.

"Kalau rusak pengelola bisa dapat sanksi, bahkan pidana jika terbukti ada penipuan," ujar Harry.

Dirjen Pembendaharaan Kementerian Keuangan Herry Purnomo mengatakan penyerapan anggaran belanja modal per 7 September baru mencapai Rp30,4 triliun atau 32 persen dari pagu dalam APBNP sebesar Rp95,02 triliun.

"Itu kayaknya dari belanja negara, belanja pemerintah pusat yang (masih) rendah," ujarnya.

Ia mengatakan, walau penyerapan masih rendah, namun ada beberapa Kementerian Lembaga (K/L) besar yang penyerapannya meningkat seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan. Untuk itu, ia mengatakan target yang ditetapkan dalam APBNP dapat tercapai.

"Kekejar ya paling nggak Rp90-95 triliun lah banyak yang dikejar sekarang itu, PU dan perhubungan itu besar-besar sekarang akhir tahun. Jadi kita harapkan di akhir tahun kan mereka banyak proyek yang sudah jalan seperti jalan jembatan," ujarnya.

Sementara, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per 7 September, Belanja Negara mencapai Rp590,3 triliun atau 52,4 persen dari APBNP 2010, Belanja Pegawai Rp104,1 triliun atau 64 persen dan Belanja Barang mencapai Rp48,1 triliun atau 42,7 persen.

Kemudian Pembayaran Bunga Utang Rp59,2 triliun atau 56 persen, Subsidi Rp87,1 triliun atau 43,3 persen, Transfer ke daerah Rp223,3 triliun atau 64,8 persen serta Dana Bagi Hasil Rp51,6 triliun atau 57,6 persen.

Pendapatan dan Hibah Rp626,7 triliun atau 63,2 persen, Penerimaan Dalam Negeri Rp626,2 triliun atau 63,2 persen, Penerimaan Perpajakan Rp465,5 triliun atau 62,2 persen, Pajak Penghasilan Rp242,8 triliun atau 67 persen.

Kemudian, Pajak Pertambahan Nilai Rp139,09 triliun atau 52,9 persen, Pajak Bumi dan Bangunan Rp15,774 triliun atau 62,3 persen, penerimaan Cukai Rp44,7 triliun atau 75,6 persen.

Pajak Perdagangan Internasional Rp16,4 triliun atau 72,7 persen, Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp160,6 triliun atau 65 persen dan penerimaan Sumber Daya Alam Rp99,9 triliun atau 67 persen.

Kemudian, Dana Alokasi Umum Rp149,8 triliun atau 73,6 persen, Dana Alokasi Khusus Rp7,5 triliun atau 35,9 persen serta Dana Otonomi Khusus dan penyesuaian Rp14,2 triliun atau 47 persen.(*)
(T.S034/R009)



(T.S034/B/B008/B008) 15-09-2010 18:34:03

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010