Sintang (ANTARA News) - Koordinator Kelompok Informasi Masyarakat Perbatasan Sintang, Kalimantan Barat, Ambresius Murjani menyesalkan kendali penyebaran informasi di kawasan perbatasan Sintang saat ini lebih didominasi oleh pihak Malaysia.

"Informasi yang disajikan terutama dari media elektronik sangat sedikit dari Indonesia, kebanyakan dari Malaysia," katanya di Sintang, Rabu.

Ia mengatakan saat ini ada tiga saluran radio milik Malaysia yang bisa didengar oleh masyarakat perbatasan di Sintang dan hampir semua siaran stasiun televisi Malaysia bisa ditangkap masyarakat perbatasan dengan antena biasa.

"Kalau siaran televisi Indonesia bisa ditangkap namun harus menggunakan perangkat antena parabola dan tidak semua masyarakat di perbatasan memilikinya," jelasnya.

Ia mengatakan, ada delapan desa yang berbatasan langsung dengan Malaysia, lima di Kecamatan Ketungau Hulu dan tiga di Ketungau Tengah.

"Selama ini hanya siaran dari Radio Republik Indonesia saja yang bisa dinikmati masyarakat perbatasan, itupun tidak semua desa," jelasnya.

Ia mengatakan untuk siaran radio Malaysia yang bisa dinikmati masyarakat perbatasan di Sintang ada tiga saluran, salah satu di antaranya menggunakan bahasa Iban yang sangat mudah dimengerti oleh masyarkat setempat.

"Radio Malaysia saya lihat memberikan ruang pada kearifan lokal masyarakat sehingga ada program khusus menggunakan bahasa iban dan jelas dengan kesamaan bahasa maka masyarakat lebih condong untuk mendengarkan siaran radio tersebut," kata dia.

Siaran RRI sendiri baik itu Pro 2 maupun Pro 3 semuanya menggunakan bahasa Indonesia.

"Padahal kalau ada radio Indonesia yang beroperasi di kawasan perbatasan menggunakan bahasa setempat, saya kira akan diminati maasyarakat," jelasnya.

Ia mengatakan minimnya informasi dari negeri sendiri membuat pemahaman masyarakat terhadap kondisi yang ada lebih dimonopoli oleh negara tetangga.

"Yang jadi persoalan adalah siapa yang menguasai informasi maka merekalah yang akan mendominasi opini, sementara kondisi hubungan kedua negara saat ini cukup memanas sehingga informasi yang tersaji lebih berpihak pada Malaysia," ucapnya.

Menurutnya, hingga saat ini belum ada pihak swasta yang tertarik untuk mengembangkan radio di perbatasan baik itu komersial maupun komunitas.

"Padahal kalau ada radio milik negeri sendiri apalagi berbasis kearifan lokal saya kira informasi yang disampaikan akan lebih mudah diterima dan dicerna masyarakat setempat sehingga bis mengimbangi informasi dari negara tetangga," kata dia.

Pria kelahiran nanga bayan Kecamatan Ketungau Hulu, salah satu desa yang berbatasan dengan Malaysia ini mengatakan tahun ini ada ada program dari Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk desa informasi di Ketungau Hulu.

"Rencananya program itu untuk membangun radio komunitas khusus kawasan perbatasan," jelasnya.

Namun kata dia saat ini program tersebut masih dalam proses tender di pusat.

"Harapan kami program desa informasi itu bisa mengimbangi informasi di kawasan perbatasan yang selama ini didominasi Malaysia," imbuhnya.

Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Sekretariat Daerah Sintang, AM Hermanto membenarkan rencana Kementerian Kominfo meluncurkan program desa informasi di kawasan perbatasan Sintang.

"Tapi sekarang memang dalam proses tender dan rencananya sebelum akhir tahun sudah terealisasi. Harapan kami program itu nantinya bisa berperan dalam meningkatkan wawasan kebangsaan untuk masyarakat di perbatasan Sintang," kata dia.

***4***

(T.pso-172/

(U.pso-172/B/D009/D009) 15-09-2010 22:16:10

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010