Jakarta (ANTARA News) - Para tokoh pers menyambut baik puncak acara Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari 2011 berlangsung di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk mengembangkan potensi kebangsaan, provinsi kepulauan dan hubungan sosial di wilayah perbatasan.

"Pers memiliki peran penting untuk menyuarakan kepentingan publik. Selama ini ada kesan pers banyak memberitakan persoalan di kota-kota besar saja, padahal masyarakat seperti di NTT layak pula diperhatikan," kata Herawati Diah, tokoh perempuan pers nasional, dalam malam silaturahim Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Jakarta, Selasa.

Pendiri harian Merdeka bersama B.M. Diah, yang juga suami Herawati, di awal kemerdekaan Republik Indonesia itu menilai bahwa pers harus pula berkembang di berbagai daerah. Sekalipun, menurut dia, NTT sejak dulu telah banyak melahirkan banyak wartawan tangguh.

Sementara itu, Atmakusumah Astraatmadja yang Ketua Dewan Pers periode 2001-2003 menyatakan, Indonesia perlu memenuhi imbauan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (UNESCO) bahwa pendidikan jurnalistik harus dikenalkan kepada masyarakat sejak usia dini.

"UNESCO dalam hari kebebasan pers 3 Mei 2010 di Brisbane, Australia, mengimbau hal ini dapat diterapkan di berbagai negara. Pendidikan jurnalsitik akan membuat masyarakat dapat menyalurkan pendapat dan gagasannya secara terbuka melalui media apa pun secara beretika," ujar pengajar utama Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) tersebut.

Atmakusumah menambahkan, masyarakat Indonesia juga semakin bebas menyampaikan pendapat dan gagasannya melalui media jejaring sosial, namun mereka sering kali menghadapi masalah mengelola informasi karena tidak paham aturan layaknya Kode Etik Jurnalistik.

"Kasus Prita Mulyasari, misalnya. Ia terjebak pasal hukum tentang pencemaran nama baik karena memang tidak mengetahui bahwa apa yang ditulisnya di e-mail bisa berakibat hukum. Hal ini tidak bakal terjadi bila ada semacam kode etik yang perlu diketahui," katanya.

Sabam Siagian, mantan Duta Besar RI di Australia, dalam kesempatan itu berpendapat bahwa NTT juga memiliki peran strategis bagi masyarakat pers dalam menyuarakan kepentingan Indonesia bagi masyarakat Timor Timur dan Australia.

"Khusus di Timor Timur, pers nasional kita sampai hari ini masih memiliki pengaruh yang kuat. Mayoritas rakyat Timor Timmur dan media massanya juga mengunakan Bahasa Indonesia. Ini peran strategis yang harus dimainkan, dan saya sangat mendukung HPN 2011 di Kupang," kata wartawan senior the Jakarta Post dan harian Suara Pembaruan itu.

Hal senada juga dikemukakan oleh para tokoh pers nasional, antara lain Djafar Husin Assegaff (Metro TV dan Media Indonesia), Sidkhi Wahab (Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia/PRSSNI), Tarman Azzam (Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat) M. Ridho E`isy (anggota Dewan Pers dan Ketua Harian Serikat Penerbit Suratkabar/SPS), dan Rikard Bagun (Pemimpin Redaksi Kompas).

"Saya sebagai orang NTT jelas bangga HPN 2011 akan berlangsung di Kupang. `Baik tidak baik, tanah Timor lebih baik`. Ini syair lagu Bolelebo yang tentunya sudah kita kenal sejak kecil. Ya, tanah Timor lebih baik. Lebih baik untuk HPN 2011," katanya menambahkan.

Ketua Umum PWI Pusat sekaligus Ketua Umum HPN 2011, H. Margiono, menyampaikan bahwa tema HPN 2011 adalah "Kemerdekaan Pers dari dan untuk Rakyat", dan akan membahas pula sejumlah isu nasional menyangkut provinsi kepulauan, serta membahas kembali Kode Etik Jurnalistik.

"Kami sangat berkeinginan pers nasional terus maju bersama masyarakat, oleh karena itu kepentingan publik adalah nafas dan semangat bagi kami, pers Indonesia," kata Margiono, yang juga salah seorang pimpinan Jawa Pos Grup.

Sementara itu, Priyambodo RH selaku Ketua Panitia Pelaksana HPN 2011 menyampaikan bahwa acara tahunan masyarakat pers Indonesia secara umum akan mengadopsi gagasan UNESCO mengenai pentingnya pengetahuan jurnalisme bagi masyarakat luas.

"Panitia HPN akan melakukan serangkaian kegiatan jurnalisme ke kampus perguruan tinggi dan sekolah, selain bagi masyarakat umum secara langsung maupun memanfaatkan Internet," kata wartawan Kantor Berita ANTARA tersebut.

Selain itu, komunitas pers nasional juga menjadwalkan reinventing atau pembahasan kembali Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Terakhir kali KEJ ini dibahas dan diaktualkan tahun 2006.

"Reinventing ini dirasa perlu, apalagi menyikapi perkembangan temuan teknologi informasi terhadap pers, seperti portal berita dan siaran televisi maupun radio streaming di Internet," katanya.

Ketua Bidang Multimedia PWI Pusat itu mengemukakan, HPN 2011 dalam acara puncaknya di Kupang dijadwalkan pula adanya kegiatan bakti sosial melibatkan Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) bersama mitranya, dan gelar Usaha Kecil Menengah (UKM) "Pojok Rakyat" untuk lebih mempromosikan potensi ekonomi NTT, termasuk tenun ikatnya.

"Kami juga menjadwalkan adanya panggung hiburan Infotainmen untuk Rakyat yang melibatkan artis ibukota dan berbagai daerah yang selama ini menjadi nara sumber sekaligus mitra pers. Di acara puncak akan ada pula resital musik Sasando khas NTT," demikian Priyambodo RH, yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS).

HPN selama ini melibatkan komunitas pers, yakni Dewan Pers, PWI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), Serikat Grafika Pers (SGP), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Asosiasi Televisi Swasta Nasional (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Seluruh Indonesia (ATVLI).

(T.R006)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010