Jakarta (ANTARA) - Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo (Perseroda) mengatakan pembangunan "Intermediate Treatment Facility" (ITF) atau Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara (FPSA) bukan sekedar investasi tapi penugasan dari negara.

Direktur Pengembangan Bisnis Jakarta Propertindo (Jakpro) Hanief Arie Setianto mengatakan, problem mundurnya perusahaan pembangkit listrik asing dari proyek strategis daerah itu tidak akan mengubah apapun karena Jakpro berkomitmen untuk terus melanjutkan proyek tersebut.

"Pembangunan ITF ini bukan semata proyek investasi, tapi ini adalah sebuah penugasan. Karena itu, penugasan itu harus ditunaikan," ujar Hanief dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, langkah Jakpro konsisten dengan yang menjadi keinginan dan rencana kerja dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam membangun pengolahan sampah di dua lokasi yang ditugaskan kepada Jakpro. Sedangkan dua lainnya diberikan penugasan  kepada BUMD Provinsi DKI Jakarta, Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Hanief mengatakan, dua proyek yang dikerjakan Jakpro, yaitu pertama ITF Sunter untuk mengolah sampah sebagian dari Jakarta Utara dan sedikit dari Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Kemudian FPSA wilayah barat untuk mengolah sampah dari Jakarta Barat.

Hanief mengatakan mundurnya perusahaan asing, Fortum Power Heat and Oy tidak bisa menghentikan proyek ITF karena fasilitas pengolahan sampah ramah lingkungan tersebut menjadi kebutuhan Provinsi DKI Jakarta saat ini.

Baca juga: Proyek ITF Sunter batal dapat pinjaman karena mundurnya mitra asing
Baca juga: Jakpro dorong ITF Sunter masuk proyek strategis nasional
Kontraktor ITF (Intermediate Treatment Facility) Sunter melakukan pengetesan tanah di lahan ITF Sunter, Jakarta Utara, Kamis (1/8/2019). (ANTARA/Livia Kristianti)
Hal itu mengingat Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, desainnya hanya diperuntukkan selama 30 tahun dan dipandang hanya maksimal penggunaannya dalam satu-dua tahun ini.

"Itu sebabnya kemudian dipandang perlu bagi DKI Jakarta untuk memiliki pengolahan sampah," kata Hanief.

Hanief mengatakan, mundurnya perusahaan pembangkit listrik asal Finlandia itu semata memperhitungkan situasi pandemi COVID-19 di awal tahun 2020. Semua badan usaha termasuk Jakpro tentunya, juga melakukan peninjauan ulang (review) lagi rencana-rencana kerja yang ada, termasuk investasi.

"Mitra kami dengan adanya pandemi ini melakukan 'review' dan sampai pada kesimpulan bahwa mereka akan memprioritaskan lagi investasi mereka. Dan 'unfortunately', investasi di Indonesia ini belum menjadi prioritas," kata Hanief.

Sebagai BUMD, Jakpro harus terus maju dengan cara mengambil alih saham yang dimiliki oleh Fortum di perusahaan patungan (joint venture) PT Jakarta Solusi Lestari dan melanjutkan pembangunan proyek tersebut hingga saat ini.

"Proyek itu terus berjalan sampai saat ini, meski wujud fisiknya tidak terlihat tapi aspek-aspek yang lain sudah dipenuhi. Untuk ITF Sunter ini sesungguhnya tinggal satu elemen saja yang belum ada yaitu pendanaan," kata Hanief.

Setelah mengambilalih saham Fortum, Jakpro terus melakukan diskusi secara intensif dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mendapatkan pendanaan mencapai 340 juta dolar AS.

"Saat ini kami bersama  Pemprov DKI memfokuskan kepada lembaga keuangan yang berpotensi dan berminat mendanai ITF Sunter ini," kata Hanief.

Baca juga: Jakpro kembangkan fasilitas pengolahan sampah di wilayah barat Jakarta
Baca juga: Jakarta Propertindo sebut pemilahan sampah jadi kunci ITF optimal
Tangkapan layar Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro Hanief Arie Setianto saat konferensi pers daring di Jakarta, Senin (28/6/2021). (ANTARA/Abdu Faisal)
Ia berharap dalam waktu dekat Jakpro sudah bisa mendapatkan komitmen dan "Indicative Terms Sheet" yang menunjukkan prakiraan "risk appetite" dari calon pemberi pinjaman (lender) dalam proyek ITF yang nanti akan digunakan untuk pendanaan.

"Jika semua sesuai rencana, maka diharapkan di kuartal empat tahun ini, paling lambat, kami sudah mendapatkan 'financial closure'-nya. Dan di awal 2022, kami sudah bisa masuk ke fase konstruksi," kata Hanief.

Sedangkan tentang FPSA wilayah layanan barat, menurut Hanief, ini situasi yang berbeda dengan proyek ITF.

Terutama sejumlah tantangan di dalam proyek ITF itu akan menyempurnakan proses pengerjaan proyek FPSA ini. Misalng dengan memperbanyak sampling atau hitung-hitungan studi terkait sampahnya maupun kedalaman studi dari aspek teknis, hukum dan keuangannya.

Jika sesuai rencana, September atau paling akhir Q4 tahun 2021 ini semua studi itu sudah bisa terselesaikan. Dari tahapan itu, maka berikutnya masuk ke tahapan teknis dan pendanaan.

"Jadi mudah-mudahan pertengahan tahun 2022, ini juga sudah bisa terselesaikan aspek teknis, urusan desain dan skema pendanaan, sehingga bisa menyusul segera masuk ke fase konstruksi," kata Hanief.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021