Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR mengusulkan agar pemerintah atas nama negara segera mengambil alih pengelolaan pertambangan di Blok Mahakam yang memiliki kandungan gas terbesar di Indonesia untuk kepentingan nasional.

"Blok Mahakam saat ini dikelola oleh Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation yang kontrak karyanya akan berakhir pada 2017," kata anggota Komisi VII DPR, Chandra Tirta Wijaya, pada seminar "Blok Mahakam untuk Kemakmuran Rakyat", di Gedung DPR, di Jakarta, Kamis.

Menurut Chandra, dengan pertimbangan kepentingan nasional untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka kontrak karya pengelolaan Blok Mahakam yang berada di Kalimantan Timur tidak tidak perlu diperpanjang dan harus diambil alih oleh negara demi kepentingan nasional.

Guna mempersiapkan pengambialihan pertambangan gas tersebut, menurut dia, perlu segera dibentuk konsorsium antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Karena itu, kata dia, setelah kontrak karya dengan Total dan Inpek berakhir pada 2017, maka Blok Mahakam sepenuhnya akan menjadi kewenangan pemerintah.

"Pemerintah bisa mempercayakan pengelolaannya kepada Pertamina dan perusahaan daerah atau tetap memperpanjang kontrak karya," katanya.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini mengingatkan, meskipun pemerintah memiliki dua opsi untuk memperpanjang atau menghentikan kontrak karya di Blok Mahakam, tapi hendaknya pemerintah mengedepankan kepentingan nasional.

Dengan pertimbangan kepentingan nasional, menurut dia, pemerintah hanya memiliki satu opsi yakni menghentikan kontrak karya dan menyerahkan pengelolaannya kepada BUMN dan BUMD.

"Blok Mahakam memiliki makna strategis bagi Indonesia karena produksinya mampu memenuhi sekitar 35 persen kebutuhan gas nasional," katanya.

Menurut dia, pemerintah harus segera menyiapkan rencana dan program secara komprehensif dengan menggkoordinasikan seluruh potensi nasional yang ada.

Pilihannya, kata dia, adalah membentuk konsorsium antara BUMN dan BUMD karena pengelolaan Blok Mahakam memerlukan investasi yang tak sedikit.

Dalam kesempatan tersebut, Chandra juga menegaskan, perihal pentingnya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi agar tak terjadi stagnasi produksi pada saat pengalihan pengelolaaan dari yang lama ke yang baru.

Karena itu, katanya, sebelum masa kontrak karya dengan Total dan Inpex berakhir, maka BUMN dan BUMD sudah semestinya masuk dengan membeli saham perushaan tersebut sesuai dengan harga pasar atau "farm-in".

Menurut dia, peran pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan terutama dalam melakukan negoisasi dengan pengelola lama, yakni Total dan Inpex.

"Negoisasi tersebut harus secara transparan, obyektif, dan mengutamakan kepentingan nasional. Sepengetahuan saya Pak Menteri ESDM, Darwin Zahedy, sudah pernah menyatakan bahwa sebelum kontrak karya dengan Total dan Inpex berakhir, Pertamina sudah masuk. Kita akan tagih janji Pak Menteri itu," tegas Chandra.

Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Usaha Industri Strategi dan Manufaktur II Kementerian BUMN, Gatot Trihargo, mengatakan, setelah Total dan Inpex menguasai Blok Mahaman sejak 1967, maka saat ini sudah waktunya blok yang menghasilkan gas tersebut dikelola oleh BUMN dan BUMD.

"BUMN harus memegang saham mayoritas. Sumber daya manusia kita sudah siap mengelola Blok Mahakam," katanya.

Guna merealisasikan hal tersebut, Gatot mengharapkan adanya dukungan politik dari DPR dan elite politik lainnya termasuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.(*)

(T.R024/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010