Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pengurus Wilayah Serikat Karyawan (Sekar) PT Telkom menyatakan menolak rencana pemerintah mengkonsolidasikan Divisi TelkomFlexi dengan PT Bakrie Telecom (Esia).

"Kami menolak semua kebijakan yang diambil pemegang saham untuk menggabungkan Flexi-Esia," kata Ketua Umum DPP Sekar Telkom, Wisnu Adhi Wuryanto, di Jakarta, Selasa.

Menurut Wisnu, alasan penolakan atas wacana tersebut, karena akan terjadi pengalihan aset negara.

"Kita akan tolak segala upaya aksi korporasi terhadap Flexi, karena rencana ini terkesan buru-buru, kurang komprehensif dan berpotensi cacat hukum," kata Wisnu.

Ia mengingatkan, jangan sampai kejadian privatisasi yang pernah di masa lalu berujung pada penjualan saham BUMN potensial (Indosat) yang merugikan negara terulang kembali.

Ia menambahkan, Dewan Direksi Telkom yang saat ini menjabat merupakan dewan transisi sesuai RUPSLB 11 Juni 2010 di mana masa kerjanya adalah 35 hari sampai 1 tahun.

"Direksi Telkom dapat sewaktu-waktu diganti pemegang saham mayoritas. Karena itu tidak etis melakukan kebijakan aksi korporasi yang sangat strategis karena rawan intervensi politis," tegas Wisnu.

Wacana konsolidasi Flexi-Esia sudah mengemuka sejak pertengahan tahun 2010.

Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham Telkom, mengisyaratkan mendukung rencana tersebut.

Sekjen DPP Sekar Telkom, Asep Mulyana mengatakan, pihaknya akan terus menggalang kekuatan internal karyawan Telkom untuk melakukan penolakan.

Pengalihan status dari karyawan BUMN menjadi swasta harus melalui proses-proses yang dirundingkan dengan karyawan.

"Kondolidasi akan sangat mencederai dan menyinggung karyawan, tidak ada jaminan kesejahteraan apakah akan lebih baik atau bahkan lebih buruk," ujar Asep.

Untuk itu, diutarakannya, Sekar siap menggerakkan sekitar 22.000 orang karyawan Telkom untuk menggagalkan kondolidasi itu.

Bila terbukti merugikan negara maka Sekar tidak akan segan-segan melaporkannya kepada institusi hukum.

"Untuk mengantisipasi kerugian negara, dan terjadinya penyalahgunaan jabatan kami akan melaporkan wacana ini ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," tegasnya.

(R017/B008/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010