Jakarta (ANTARA) - Warga Taman sari Jakarta Barat "menyulap" atap Masjid Baitussalam menjadi lahan bermanfaat untuk tanaman hidroponik yang menghasilkan mata pencaharian selama pandemi COVID-19.

Masyarakat dan pengurus memanfaatkan atap masjid tersebut karena tempat ibadah tersebut belum dapat digunakan selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Baca juga: Jakarta Timur gelar tanam serentak peringati Hari Lingkungan Hidup

"Ini inisiatif pengurus masjid jadi karena pandemi banyak yang kehilangan pekerjaan, masjid dilock down kan, akhirnya agar masjid tetap ada kegiatan tapi terbatas para pengurus berinisiatif membuat kegiatan hidroponik," kata Sekretaris Kelompok Tani Masjid Baitussalam (MB) Farm Muhammad Samiun Qorib saat di Jakarta, Kamis.

Anggota Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) memanfaatkan bagian atap Masjid Baitussalam yang seluas 200 meter menjadi sebuah lahan budidaya tanaman hidroponik.

Sadar tidak punya pengetahuan soal hidroponik, para pengurus berinisiatif mempelajari tata cara penanaman lewat internet, seperti Youtube dan sebagainya.

Qorib yang merupakan pegawai di Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (Sudin KPKP) Jakarta Barat pun menjembatani para pengurus ke instansi tempat kerjanya itu agar mendapat pengetahuan dan pelatihan hingga terbentuk kelompok tani MB Farm.

Selama dibimbing Sudin KPKP Jakarta Barat, kelompok tani MB Farm kerap mendapatkan bantuan berupa pelatihan, fasilitas alat untuk bercocok tanam hingga bibit dan vitamin.

Sejak awal terbentuk, para kelompok tani yang terdiri dari DKM masjid ini menanam tanaman sayuran seperti sawi, pakcoy, kangkung, dan bayam.

Sayur-sayuran itu pun ditawarkan ke warga sekitar hingga akhirnya dipromosikan ke beberapa instansi.

Baca juga: Pemkot Jakarta Barat edukasi warga jadi petani hidroponik selama PPKM

"Kita promosi di berbagai instansi seperti di kelurahan dan kecamatan. jadi kita perkenalkan juga ke orang per orang ada juga yang tiba-tiba datang beli di kita," ujar Qorib.

Dia mengaku sistem panen sayuran hidropik tersebut tidak tentu karena tidak ditanam secara serempak. Sedangkan, harga jual sayuran tersebut dipatok seharga Rp10.000 per kilogram.

"Per sekali panen 30 kilogram dikali Rp10.000 jadi Rp300.000," jelas dia.

Walau lumayan mendulang keuntungan, Qorib mengaku laba penjualan untuk kebutuhan tanaman, membayar infaq dan untuk kebutuhan masing-masing anggota kelompok tani.

Qorib pun senang dengan kegiatan ini karena dianggap menciptakan lapangan kerja baru dan mempermudah masyarakat sekitar mendapatkan sayur-sayuran.

Dia berharap banyak pihak yang mengikuti jejak kelompok taninya untuk berbudi daya tanaman hidroponik di rumah masing-masing.

"Mudah kok berbudi daya hidroponik. Hanya butuh lahan seadanya, sinar matahari cukup, air kualitas baik dan ketersediaan listrik yang cukup," tutup Qorib.

Baca juga: PKK Jaksel panen sayuran hidroponik di Manggarai Selatan

Pewarta: Walda Marison
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021