Ganda Putri Indonesia Greysia Pollii/Apriyani Rahayu melakukan selebrasi seusai mengalahkan ganda putri Jepang Yuki Fukushima/Sayaka Hirota dalam penyisihan Grup A Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Selasa (27/7/2021). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)


Sudah dalam jangkauan

Teriakan Apriyani sepertinya mengendurkan syaraf-syarat tegang bukan saja dia, tapi juga pasangannya Greysia. Ini mungkin turut membunuh ketegangan tampil dalam pertandingan level tinggi.

Bahkan menjelang akhir gim pertama, Greysia terlihat menantang Apriyani untuk lebih bersemangat lagi sambil bergerak agak meloncat.

Senyum yang kadang diselingi tawa, terlihat dari muka Greysia melihat pasangannya berteriak sambil berlari-lari.

Teriakan Apriyani ini juga baik sekali dalam melepaskan beban agar tidak bernafsu segera mengakhiri laga, sebaliknya menjadi lebih sabar dan tetap memelihara fokus dan konsentrasi, selain menikmati pertandingan.

Dalam partai-partai level puncak kerap faktor-faktor yang lebih menyangkut mental seperti ini bisa sangat menentukan dan menjadi imbuhan sangat penting untuk teknik dan keterampilan bermain, apalagi pertandingan tak dilangsungkan di bawah hiruk pikuk penonton karena pandemi membuat semua arena Olimpiade terlarang didatangi penonton, kecuali sesama atlet, ofisial atau orang-orang terkait langsung Olimpiade.

Baca juga: Tokyo dinyatakan darurat COVID-19, Olimpiade digelar tanpa penonton

Teriakan bisa menjadi salah satu cara atau bahkan senjata dan strategi dalam merusak konsentrasi lawan, sekalipun Apriyani jelas terlihat hanya ingin dia dan pasangannya tetap positif, semangat dan fokus di lapangan.

Dengan cara bermain seperti ini, dan bagaimana mereka selalu menjadi pihak yang paling menikmati pertandingan sehingga bermain lebih lepas dari lawan-lawannya yang malah membuat mereka terlihat lebih tangguh, bukan mustahil medali emas ganda putri menjadi milik Indonesia dan sekaligus mempertahankan tradisi emas Olimpiade.

Sejak Olimpiade Barcelona 1992 yang menjadi debut bulu tangkis dalam Olimpiade setelah sebelum itu menjadi cabang olah raga eksibisi, Indonesia selalu memperoleh medali emas, kecuali pada Olimpiade London 2012. Dan emas itu selalu datang dari bulu tangkis.

Pada Olimpiade Barcelona 1992 Indonesia memperoleh emas dari tunggal putra Alan Budikusumah dan tunggal putri Susi Susanti. Empat tahun kemudian di Atlanta, giliran ganda putra Rexy Mainaiky dan Ricky Subagja yang mempersembahkan medali emas.

Setelah itu pada 2000 di Sydney, ganda putra kembali mengalungkan medali emas kepada Indonesia lewat Tony Gunawan/Candra Wijaya, sedangkan empat tahun setelah itu di Athena 2004 medali emas disumbangkan oleh tunggal putra Taufik Hidayat.

Ganda putra kembali menjadi kontributor emas ketika Hendra Setiawan dan Markis Kido menjadi ganda putra terbaik dalam Olimpiade Beijing 2008.

Baca juga: Target Indonesia di Olimpiade Tokyo bukan lagi medali, tapi peringkat
Baca juga: Menpora optimistis target Indonesia di Olimpiade Tokyo terpenuhi

Empat tahun setelah itu di London, bulu tangkis absen memberikan emas, sebelum ganda campuran Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad mempersembahkan emas dalam Olimpiade Rio de Janeiro 2016.

Kini, medali emas sudah dalam jangkauan Greysia dan Apriyani. Selain juga mungkin tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting yang lolos ke semifinal setelah menaklukkan Anders Antonsen dari Denmark.

Tapi tanpa semua itu pun Greysia dan Apriyani sudah menciptakan sejarah dan mengajarkan perjuangan tak kenal menyerah yang tak hanya bisa mengantarkan mereka juara, tapi juga menjadi inspirasi siapa pun.
 

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021