Jakarta (ANTARA) - Pihak BioPharmaceuticals R&D mengatakan kejadian gangguan pembekuan darah yang sangat langka atau sindroma trombosis dengan trombositopenia (thrombosis with thrombocytopenia syndrome/TTS) setelah dosis kedua pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca sebanding dengan yang mungkin terjadi secara alami pada populasi yang tidak divaksinasi.

Data yang diterbitkan di The Lancet pada Senin ini menunjukkan, perkiraan tingkat kejadian TTS setelah dosis kedua Vaksin COVID-19 AstraZeneca sebesar 2,3 per satu juta orang yang divaksin atau sebanding dengan tingkat kejadian yang diamati pada populasi yang tidak divaksinasi.

Sedangkan setelah dosis pertama tingkat kejadian diperkirakan 8,1 per satu juta orang yang divaksin.

"Vaksin COVID-19 AstraZeneca efektif melawan semua tingkat keparahan COVID-19 dan memainkan peran penting dalam memerangi pandemi. Hasil ini mendukung pemberian dua dosis Vaksin COVID-19 AstraZeneca sesuai dengan yang telah diindikasikan, kecuali apabila terjadi TTS setelah pemberian dosis pertama," kata Executive Vice President, BioPharmaceuticals R&D, Sir Mene Pangalos melalui siaran persnya, Senin.

Baca juga: AstraZeneca realisasikan pengiriman 14,7 juta vaksin untuk Indonesia

Menurut Pangalos, vaksin COVID-19 AstraZeneca dapat membantu memberikan perlindungan terhadap COVID-19 termasuk terhadap varian baru yang kini muncul.

Untuk sampai pada temuan ini, peneliti menggunakan database keamanan global AstraZeneca, mencatat semua efek samping yang dilaporkan secara spontan dari penggunaan obat-obatan dan vaksinnya di seluruh dunia.

Mereka menemukan, sejalan dengan laporan terbaru dalam Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA) Yellow Card Report yakni sistem yang digunakan Inggris untuk mengumpulkan dan memantau informasi tentang masalah keamanan, yang menunjukkan tingkat TTS yang rendah setelah dosis kedua.

Selain itu, tidak ada faktor risiko spesifik atau penyebab pasti TTS setelah vaksinasi COVID-19 yang telah teridentifikasi.

Pihak AstraZeneca mengatakan terus melakukan dan mendukung investigasi yang sedang berlangsung tentang kemungkinan mekanismenya.

Menurut mereka, kondisi TTS sangat langka dan dapat dihindari apabila gejala segera diidentifikasi dan diobati dengan tepat.

Baca juga: Inggris sumbang 600.000 dosis vaksin AstraZeneca ke Indonesia

Baca juga: Uji coba campuran vaksin Sputnik V-AstraZeneca dianggap aman

Baca juga: Inggris sumbang vaksin COVID-19 ke sejumlah negara, termasuk Indonesia

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021