Jakarta (ANTARA News) - Pakar politik jebolan Universitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi berpendapat, rapuhnya kohesi sosial dan menguatnya potensi konflik komunal akibat tersemainya primordialisme sempit dalam praktik sirkulasi kekuasaan daerah bisa mengoyak-ngoyak amanat Sumpah Pemuda.

Ia mengatakan itu, ketika menjadi salah satu pembicara pada diskusi tematis tentang "Sumpah Pemuda dan Pahlawan Nasional" yang digelar Institut Studi Nusantara (ISN) dan Yayasan Malesung Indonsia, di Jakarta, Kamis, sehubungan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.

"Apa yang terjadi belakangan ini, menurut saya karena pengelolaan Negara yang justru semakin jauh dari nilai-nilai luhur Sumpah Pemuda. Contohnya saja demokrasi liberal yang menjadi paradigma dalam pembangunan di berbagai bidang, terutama politik, ekonomi dan kebudayaan, telah mengoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan serta kepentingan nasional," ungkapnya.

Situasi tersebut sangat jauh bertolak belakang dengan apa yang terjadi pada 84 tahun silam, ketika para pemuda dari daerah, tanpa memandang latar macam-acam, menyeruhkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan nasional di atas segalanya.

"Namun kenyataan dewasa ini, justru menunjukkan hal-hal yang luar biasa dalam konteks pengangkangan atas sumpah bersama sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, yakni Indonesia. Sebab secara kasat mata, makin terjadi hal-hal berupa tirani minoritas, diktaktor mayoritas, konflik horisontal, diskriminasi rasial-etnik dan seterusnya," ungkapnya.

Akibatnya, lanjutnya, isi Sumpah Pemuda itu hanya jadi slogan dan narasi sejarah belaka dalam propaganda para elite yang gemar menjaga citra individu atau kelompok, ketimbang mengangkat harkat martabat bangsanya.

"Ini ngeri jika tidak segera diakhiri. Kita sama-sama perlu sadar akan kesalahan bersama dan harus segera berubah. Yakni, kembali kepada postulat-postulat dasar, termasuk menjalankan secara konsisten dan konsekuen empat pilar kenegaraaan (Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI), juga setia kepada spirit dasar Sumpah Pemuda. Jangan ada yang menjadi anak tiri di negeri sendiri," kata Ade Reza Hariyadi lagi.

Diskusi yang dipandu Kenly Poluan (Direktur Eksekutif Institut Studi Nusantara, ISN) ini juga menampilkan beberapa pembicara lain, seperti Anggota Tim Asistensi Menneg Pora, Viktus Murin dan penggiat LSM Audy Wuysang.(M036/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010