Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Tony Prasetiantono mengatakan kedatangan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama ke Indonesia tidak berdampak kepada peningkatan volume perdagangan AS-Indonesia.

"Saya kira sulit itu karena memang kalau dari sisi produk yang ada, kita beli dari AS namun produknya banyak disaingi negara lain. Misalnya, mobil kan dari Jepang, Korea juga sama. Di sisi lain, ekonomi AS sedang mengurangi defisit, dengan China saja 250 juta dolar AS itu setahun," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan apabila AS ingin meningkatkan volume perdagangan dengan Indonesia, negara adidaya tersebut harus siap memiliki defisit perdagangan lebih besar dengan Indonesia.

"Jadi menurut saya pernyataan Obama, AS ingin menjadi mitra dagang nomor satu, kita lihat hanya sebagai pernyataan. Kita apresiasi sebagai sebuah pernyataan dan keinginan. Tapi realitasnya AS sulit jadi partner dagang nomor satu," ujar dosen Universitas Gajah Mada (UGM) ini.

Ia menjelaskan ada permasalahan struktural yang sulit untuk berubah agar perdagangan Indonesia-AS dapat benar-benar meningkat, apalagi produk AS sebagai sasaran impor banyak penggantinya.

"Karena memang itu bukan hal yang sifatnya musiman tapi bagaimana produk komoditas itu banyak substitusinya di luar dari AS. Di sisi lain, AS juga tidak akan mau karena dengan China saja itu sudah babak belur. Kan pengertian untuk jadi nomor satu dalam kerja sama, kita banyak ekspor, mereka banyak impor," ujarnya.

Sebelumnya Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, AS merupakan negara tujuan ekspor yang cukup besar bagi Indonesia dan masih banyak peluang yang dapat dikembangkan bagi kedua negara terutama dalam bidang perdagangan.

"Dalam volume perdagangan dan tujuan ekspor kita, AS itu rangking tiga dan selalu memberikan surplus (perdagangan) pada Indonesia dengan demikian AS adalah negara tujuan ekspor yang cukup besar," ujarnya.

Ia mengharapkan tren perdagangan antara Indonesia dan AS dapat kembali meningkat seperti pada 2008 yang mencapai 21 miliar dolar AS.

"Pada 2009 memang menurun sedikit, 2010 menunjukkan tren naik lagi dan trennya akan kembali pada kondisi 2008 sekitar 21 miliar dolar AS. Dimana Indonesia selalu surplus lebih dari 5 miliar dolar AS," ujarnya.(*)
(T.S034/A026/B/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010