Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bisa membatalkan proses merger (penggabungan usaha) Flexi dan Esia jika dari hasil kajian institusi ini terbukti bahwa merger kedua produk layanan seluler berbasis "code division multiple access" (CDMA) tersebut menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.

Untuk itu, PT Telkom Tbk selaku pemilik Flexi dan PT Bakrie Telecom Tbk selaku pemilik Esia diminta untuk mengkonsultasikan rencana merger tersebut agar tidak sampai dibatalkan mergernya, kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Hukum yang juga Kepala Bagian Advokasi KPPU, Zaki Zein Badroen, di Jakarta, Kamis.

Zaki menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan PP No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan (Akuisisi) sebagai implementasi dari pasal 28 dan 29 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam PP itu antara lain diatur soal "threshold" (ambang batas). Setiap pelaku usaha yang melakukan merger dan akusisi yang melampaui "threshold", wajib melaporkan hasilnya ke KPPU.

Batasan "threshold" adalah jika perusahaan hasil merger dan akuisisi memiliki aset gabungan melebihi Rp2,5 triliun, omzet gabungan melebihi Rp5 triliun, dan khusus untuk perbankan berlaku jika hanya aset gabungan melebihi Rp 20 triliun. "Bila mencapai itu, mereka yang akan merger harus melaporkannya ke KPPU,? tegasnya.

Dari laporan tersebut, KPPU akan melakukan penilaian terhadap aksi merger atau akuisisi yang dilakukan perusahaan yang terlibat. KPPU akan melakukan penilaian apakah merger itu menyebabkan persaingan sehat atau tidak.

Bila penilaian KPPU membuktikan merger itu menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, maka KPPU akan membatalkan merger tersebut.

Itu pula sebabnya, tambah Zaki, PP bersangkutan juga mengatur yang namanya konsultasi. "Agar jangan sampai dibatalkan mergernya maka perusahaan yang akan melakukan merger sebaiknya melakukan konsultasi terlebih dahulu," jelasnya.

Dia menegaskan, konsultasi dilakukan agar pelaksanaan merger tidak melanggar UU. Karena kalau aksi korporasi itu dilakukan terlebih dulu dikhawatirkan bila terbukti melanggar maka sanksinya cukup tegas, yakni merger itu harus dibatalkan. Padahal, biaya merger kan tidak sedikit.

Zaki melanjutkan bahwa dalam konsultasi tersebut, KPPU akan melakukan penilaian. Hasil penilaian akan menghasilkan tiga jawaban. Persetujuan merger, setuju dengan persyaratan dan melarang pelaksanaan merger. Bila perusahaan yang telah dilarang tetap ngotot melaksanakan merger, KPPU berhak untuk membatalkannya.

Hingga kini, lanjutnya, KPPU belum menerima secara resmi permintaan konsultasi dari pihak pengelola Fleksi maupun Esia. Menurut Zaki, dengan komposisi pangsa pasar keduanya, mereka seharusnya melakukan konsultasi. "Tapi ini kan sifatnya sukarela. KPPU sifatnya hanya menunggu dunia usaha. Yang jelas, kalau merger telah terjadi dan terbukti melanggar maka mergernya bisa dibatalkan," tandasnya.

Seesuai ketentuan KPPU, sanksi denda akan diberikan bila pelaku usaha yang merger tidak segera melaporkan hasil mergernya. Keterlambatan setiap satu hari didenda sebesar Rp1 miliar, dan denda ini maksimal sebesar Rp25 miliar.

Saat ini total jumlah pelanggan telepon tetap nirkabel (fixed wireless access/FWA) atau CDMA mencapai sekitar 28 juta pelanggan. Dari jumlah tersebut, layanan Flexi dan Esia menguasai sekitar 26,9 juta pelanggan atau sekitar 96 persen pangsa pasar.

Sebelumnya, manajemen Telkom mengutarakan manfaat yang diperoleh dengan melepas Flexi dan dikonsolidasikan dengan Esia, di antaranya BUMN telekomunikasi itu tidak mengeluarkan dana, semua aset termasuk Sumber Daya Manusia (SDM) Flexi akan dialihkan ke Bakrie Telecom.

Sebaliknya, dalam kaitan konsolidasi itu, Telkom akan mendapatkan kompensasi berupa saham perusahaan telekomunikasi Grup Bakrie tersebut. "Kalau jadi mengambil alih saham BTEL, metodenya bukan akuisisi. Kami tidak akan mengeluarkan uang untuk memperoleh saham BTEL. Saham BTEL nantinya ditukar dengan aset Flexi. Mereka akan menerbitkan saham baru (rights issue) untuk kepentingan itu," ungkap Dirut Telkom, Rinaldi Firmansyah.(*)
(T.H-CS/M012/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010