Tujuan pendidikan itu harus kembali kepada tujuan penciptaan manusia.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Dekan I Bidang Akademik Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Sani Aryanto mengatakan,  Sekolah Dasar perlu menerapkan ekoliterasi sebagai salah satu solusi untuk menciptakan lingkungan sekolah yang hijau. 

“Kalau kita bicara ekoliterasi, tidak selalu dalam angan-angan itu diinterpretasikan dalam bentuk tulisan, bacaan dan sebagainya. Karena literasi itu lebih kepada bagaimana kita melek dan peduli,” kata Sani dalam webinar “Ayo Ciptakan Sekolah Hijau” secara daring di Jakarta, Rabu.

Sani mengatakan terdapat empat kompetensi dalam ekoliterasi yakni the head, the hands, the heart, dan the spirit.

The head ini bagaimana memahamkan peserta didik untuk lebih menyadari berbagai macam permasalahan isu lingkungan dari perspektif keseimbangan dan kelestarian ekologis. Terus bagaimana memahami prinsip ekologi, misal seperti 4R (reduce, reuse, recycle dan replace),” kata dia.

Pada poin ini anak dilatih untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah secara kreatif dan mampu menilai dampak atau efek tindakan manusia atau menerapkan teknologi terhadap lingkungan.

Baca juga: Sekolah Indonesia perlu terapkan "Green Planning Design"
Baca juga: Tumbuhkan cinta lingkungan pada anak melalui sekolah hijau


Selanjutnya pada the heart, bagaimana anak memberikan perhatian, empati dan rasa hornat terhadap sesama dan makhluk hidup lainnya.

“Saya pikir, ini sangat relevan dengan Pancasila sebagai ideologi dasar bahwa kita tidak mengenal dan tidak harus sesama manusia, baik sesama makhluk hidup tumbuhan atau hewan, kita harus memiliki rasa empati, saling menyayangi, saling menghormati dan saling menjaga,” ujar dia.

Ia mengungkapkan selain aspek kognitif dan psikomotor, aspek afektif menjadi penekanan dalam kurikulum saat ini karena dapat memberikan nilai tambah kepada siswa. Hal tersebut berkaitan erat dengan karakter individu para siswa sendiri.

Sani menjelaskan, the hands dapat mengajarkan anak untuk menggunakan alat-alat, benda dan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat berkelanjutan, seperti penggunaan tumbler dan kantung belanja yang lebih ramah lingkungan.

“Selanjutnya the spirits. Indikatornya itu adalah bagaimana saya tidak bisa terpisah dengan alam dan tidak bisa membayangkan alam itu tidak menjadi bagian dari kita,” kata Sani menjelaskan poin terakhir dalam ekoliterasi.

Pendiri dan Penggagas Sekolah Alam Lendo Novo mengatakan tingkat sikap ramah lingkungan masyarakat di Indonesia sebenarnya jauh lebih tinggi dibandingkan orang yang berasal dari negara lain.

Lendo mengatakan, perbedaan Indonesia dengan negara lain saat berbicara soal ramah lingkungan terletak pada keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa dan spiritual, sedangkan negara lain lebih berbicara soal efisiensi dan kehematan.

“Tujuan pendidikan itu harus kembali kepada tujuan penciptaan manusia. Itu filosofi yg paling tinggi. Sebenarnya untuk apa sih manusia diciptakan? Pendidikan itu harus mengacu pada tujuan itu," kata Lendo.

Lendo memberikan contoh pada sekolah alam, siswa diajarkan untuk peka terhadap lingkungan dengan membersihkan lingkungan sekolah selama lima belas menit sambil mendengarkan lagu. Sekolah juga memiliki bank sampah yang mengajarkan pengelolaan dan manfaat sampah kepada peserta didiknya.

“Kemudian di sekolah alam, dikembangkan sebuah konsep pertanian yang tidak perlu beli benih. pupuk, pestisida. Tidak perlu mengolah tanah, namanya konsep pertanian agro ekologi. Jadi pertanian berbasis hutan hujan. Ini yang dipelajari oleh Barat kepada negeri kita, sehingga berkembang permaculture sedang tren di negara barat,” kata dia menjelaskan aktivitas lain yang bisa di ajarkan pada siswa melalui alam.

Ia mengatakan, Indonesia sudah lebih dulu menerapkan agro ekologi sebelum negara lain. Sehingga sudah menjadi tugas masyarakat untuk merawat lingkungan dan menjaga ekosistem yang telah diberikan oleh Tuhan.

Baca juga: Cegah kepunahan, masyarakat wajib kontribusi atasi krisis iklim
Baca juga: Pahlawan kebersihan Bekasi upacara HUT RI di tengah lautan sampah


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2021