Honolulu (ANTARA News/Reuters) - Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, dan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, membicarakan satu perjanjian baru mengenai senjata nuklir yang diperkirakan akan mempererat hubungan antara kedua negara, demikian penjelasan Gedung Putih.

"Presiden Medvedev mengucapkan selamat kepada Presiden Obama atas persetujuan Senat AS bagi Perjanjian baru START dan kedua pemimpin itu sepakat bahwa ini adalah satu peritiwa bersejarah bagi kedua negara dan bagi hubungan AS-Rusia," jelas pihak Gedung Putih soal percakapan telepon itu.

Senat AS meratifikasi perjanjian itu Rabu dengan 71 suara setuju dan 25 menentang. Para anggota parlemen Rusia mengatakan mereka memerlukan waktu untuk mempelajari perjanjian itu sebelum memberikan persetujuan mereka, kendatipun mengharapkan mereka segera memutuskannya.

Seorang pejabat pemerintah Obama menyatakan yakin persetujuan ini akan dicapai. Para pejabat AS menganggap Senat sebagai hambatan lebih besar bagi tercapainya persetujuan itu ketimbang mendapat persetujuaan para anggota parlemen d Moskow.

Tindakan para anggota parlemen Rusia "tidak mengejutkan dan kami sepenuhnya yakin persetujuan itu akan diperoleh," kata pejabat tersebut.

Obama berlibur di Hawaii bersama keluarganya.

Keputusan Senat itu adalah satu persetujuan terhadap usaha-usaha Obama untuk meningkatkan hubungan dengan Rusia dan mengekang usaha Korea Utara dan Iran untuk membuat senjata-senjata nuklir. AS mendapat dukungan Rusia mengenai masalah itu.

"Kedua pemimpin itu memiliki satu tahun yang sangat produktif bagi kerja sama," kata Gedung Putih.

Selain START kedua pemimpin itu juga membicarakan masalah-masalah Afghanistan, Kirgiztan, sanksi-sanksi terhadap Iran dan 123 Perjanjian mengenai kerja sama teknologi nuklir dan bahan-bahan bakar nuklir sebagai contoh kerja sama itu.

"Presiden Obama juga menegaskan tentang pentingnya AS dan Rusia bekerja sama untuk mendukung referendum yang damai di Sudan dan satu resolusi untuk menedsak Pantai Gading menghrmaato hasil-hasil pemilu yang dmokratis barubaru-baru ini," kata gedung Putih.

PBB , Kamis mengatakan paling tidaj 173 orang tewas di Panta Gading dalam beberapa hari belakangan ini dalam aksi kekersan sebaga aakibat sengketa pemilu bulan lalu.

Pemeritnah Obama berulang-ulang mendesa Presiden sementara Laurent Gbgbo mengunduran diri stelah emilu 28 November, yang menurut PBB ia kalah menghadapi pesaingnya Alassane Ouattara.

Gedug Putih juga membicaraan tentang risiko-risiko bagi perdamaiandi Sudan menjelang rerndum mengenai kemerdekaan bagi wilayah selata yang kaya minyak itu.
(Uu.H-RN/B002/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010