Generasi muda penerus adat
 
Sekolah Adat di Lombok. (ANTARA/HO/AMAN)


Demi keberlanjutan hidup masyarakat adat, ada sebuah gerakan bernama Gerakan Pulang Kampung yang digagas oleh Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) yang juga termasuk dalam bagian AMAN.

Gerakan itu memungkinkan adat tetap terjaga dari satu generasi ke generasi yang lebih muda agar tidak hilang dan bisa tetap terjaga budayanya.

"Dengan gerakan ini anak muda memanggil teman-temannya yang bersekolah dan bekerja di kota untuk pulang dan mengurus kampung. Maka, sekarang banyak anak muda dari Masyarakat Adat yang akhirnya pulang,” kata Mina.

Gerakan itu dinilai sangat bermanfaat dan membanggakan, karena anak- anak yang berasal dari masyarakat adat dan mengenal dunia luar ternyata menerapkan ilmu- ilmu mereka untuk kemudian memberdayakan lingkungan sosial serta roda perekonomian rakyat.

“Mereka mampu berkarya dan mendatangkan penghasilan. Misalnya, anak-anak muda Minahasa, berkebun, menanam cabai dan tomat, dua bahan pangan segar yang selalu dicari oleh penduduk sana. Sekali panen keuntungannya bisa mencapai Rp150 juta. Penghasilannya jauh lebih besar daripada bekerja di kota,” kata Mina.

Contoh lainnya yang membanggakan misalnya Sekolah Adat, hingga 2021 ada sebanyak 82 sekolah adat yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia berkat Gerakan Pulang Kampung.

Sekolah Adat memiliki kegiatan yang berbeda dari sekolah umum. Serupa living school, mereka mengajarkan berbagai hal yang terkait adat istiadat. Siswa sekolah adat belajar tentang cara menanam dan menugal padi, aturan adat, juga tarian, makanan, dan permainan tradisional. Mereka juga belajar tentang hutan, termasuk jenis tanaman dan binatang yang hidup di hutan.

Para pengajarnya adalah para tetua kampung yang memiliki banyak pengetahuan, mereka mengajarkan banyak hal salah satunya ilmu astronomi tradisional untuk menyokong pertanian mereka.

Produktif selama pandemi

Masyarakat Adat aktif menjalankan ritual dan meracik berbagai ramuan untuk meningkatkan imunitas mereka. Di samping itu, mereka juga meletakkan berbagai simbol untuk menangkal bahaya.

Masyarakat adat berinisiatif mengisolasi diri sendiri mengikuti anjuran Pemerintah untuk menjaga jarak dan mengurangi perjumpaan dengan masyarakat luar selama pandemi COVID-19 berlangsung.

“Jadi, selama satu tahun mereka tidak memperbolehkan orang keluar masuk kampung. Dengan begitu, mereka aman dari pandemi,” kata Mina.

Selama Desa Adat ditutup, masyarakat Adat tetap beraktivitas seperti biasa. Misalnya mereka bertani dan bercocok tanam sesuai dengan kondisi geografis mereka.

“Contohnya, Masyarakat Adat Sakai yang tinggal di kawasan Bengkalis, Riau. Tanah mereka hampir habis karena ditanami kelapa sawit. Tanah yang tersisa kualitasnya juga kurang baik. Menyesuaikan kondisi tanah tersebut, mereka kemudian menanam Semangka dan panen hingga 2 ton. Tentara yang berjaga di daerah itu membeli satu truk semangka dari mereka,” ujar Mina.

Ritual adat untuk jaga lingkungan
Ritual adat Mombang Boru Sipitu sundut di Tano Batak. Ritual ini ditujukan untuk tolak bala dan kesuburan tanaman. (ANTARA/HO/AMAN)


Setiap komunitas masyarakat adat mempunyai kearifan lokal tersendiri, termasuk berbagai ritual dan selalu berkaitan dengan pengelolaan lingkungan. Misalnya, ritual Sasi Ikan Lompa di Maluku Tengah.

Dengan ritual itu, ikan lompa (sejenis sardin) tidak boleh diganggu selama satu tahun. Ketika sasi dibuka, yaitu saat pemangku adat menyatakan ikan lompa sudah cukup umur untuk diambil, barulah masyarakat boleh menangkapnya.

“Ini merupakan salah satu kearifan lokal untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Ikan dibiarkan hidup agar bisa berkembang biak, baru kemudian dipanen bersama,” kata Mina.

Masyarakat adat Dayak Iban yang tinggal di Sungai Utik, Kalimantan Barat, memiliki ritual Mali Umai. Ritual ini dilakukan dengan memanggil leluhur untuk membasmi hama.

“Ketika tanaman di ladang sudah mulai tumbuh, mereka mengadakan ritual Mali Umai. Selama tiga hari berturut-turut tidak ada orang yang boleh melintasi wilayah tersebut, karena pada saat itu leluhur sedang membersihkan tanaman dari hama. Kalau kita lewat, kita bisa dianggap hama. Ritual ini dilakukan untuk menjaga lingkungan. Mereka tidak memerlukan pestisida untuk mengusir hama,” cerita Mina.

Mina menegaskan, kearifan lokal masyarakat adat tidak akan bertahan, kalau wilayah adatnya hilang. Saat hutan menghilang, kearifan lokal juga lenyap, karena kearifan itu banyak berhubungan dengan hutan, dan dilakukan di hutan.

Maka perlu ada perhatian khusus dari Pemerintah agar Desa maupun Wilayah milik Masyarakat Adat tinggal dan menetap tak diganggu dan tetap dijaga agar ritual yang sudah ada dari generasi ke generasi tidak lenyap dan tetap bisa menjaga budaya nusantara.

Meski ritual adat tetap dijalankan, bukan berarti Masyarakat Adat menolak kemajuan dunia medis, termasuk vaksin.

AMAN sedang bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk memudahkan akses vaksinasi bagi Masyarakat Adat.

“Saat ini banyak masyarakat adat yang sudah divaksinasi atau sedang dalam proses untuk mendapat vaksin,” kata Mina.

Berjuang demi pengakuan hak

Selama lebih dari 20 tahun komunitas Masyarakat Adat berjuang untuk mendapatkan pengakuan atas hak mereka. RUU Masyarakat Adat sebenarnya sudah berada di tangan DPR. Namun rancangan aturan itu belum juga disahkan, meski perjuangan itu sudah dikoordinasi bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) termasuk AMAN.

Hingga kemudian dibentuk Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat untuk mendorong agar RUU tersebut segera disahkan.

UU Masyarakat Adat merupakan hal yang sangat penting dalam melindungi Masyarakat Adat secara hukum, karena selama ini mereka kerap mengalami kekerasan, ketidakadilan, dan konflik.

Di samping itu masyarakat secara luas juga akan mendapatkan manfaat dari UU Masyarakat Adat. Salah satunya, kita akan mendapatkan manfaat dari lingkungan hidup yang terjaga dengan baik.

“Kami percaya, iklim kita akan bisa dijaga, jika praktik-praktik pengetahuan lokal yang diterapkan oleh Masyarakat Adat tetap dipertahankan. Selain itu, UU Masyarakat Adat akan mempertegas status ke-Indonesia-an kita yang mengusung keberagaman. Tak bisa dibayangkan, bagaimana Indonesia, jika tanpa Masyarakat Adat,” kata Deputi II Sekjen Bidang Advokasi dan Politik AMAN Erasmus Cahyadi.

Masyarakat Adat berperan penting dalam menjaga ekosistem dan keharmonisan alam. Tanpa mereka, tidak ada yang menjadi garda terdepan dalam menjaga hutan yang merupakan sumber pangan, air bersih, dan udara segar yang kita hirup setiap hari.

Baca juga: Masyarakat adat dukung kebijakan Bupati cabut izin sawit di Sorong

Baca juga: "Nen Dit Sakmas" cara masyarakat Kei jaga adat dan hormati perempuan

Baca juga: KLHK lakukan sinkronisasi data usulan hutan adat Danau Toba



 

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021