Surabaya (ANTARA News) - Mendiknas Mohammad Nuh menghapus jalur mandiri di perguruan tinggi negeri (PTN) yang membuat pendidikan tinggi menjadi mahal. "Insya-Allah, tahun 2012 sudah tidak ada lagi jalur mandiri," katanya kepada pers di kediamannya, di Surabaya, Minggu.

Didampingi staf khusus bidang media massa, Sukemi, ia menjelaskan, struktur anggaran PTN selama ini berkisar pada SPP (dana masyarakat), kerja sama (mitra), dan pemerintah (dana bantuan pemerintah).

"Selama ini, PTN ambil jalan pintas untuk membiayai diri dengan menaikkan SPP atau membuka jalur mandiri, nanti hal itu akan diubah secara bertahap dengan dana pemerintah lebih meningkat," katanya.

Menurut mantan Rektor ITS Surabaya itu, peningkatan dukungan pemerintah untuk anggaran PTN itu sangat memungkinkan sehubungan dengan kenaikan anggaran fungsi pendidikan.

"Tahun 2011, anggaran fungsi pendidikan yang kami kelola mencapai Rp248 triliun dan tahun 2012 akan meningkat Rp40 triliun lebih menjadi Rp284 triliun, sehingga dana untuk pendidikan tinggi akan dapat ditingkatkan," katanya.

Bahkan, katanya, pihaknya secara khusus akan mengucurkan dana Rp200 miliar untuk Universitas Trunojoyo (Unijoyo) di Bangkalan, Madura.

"Itu terkait dengan adanya Jembatan Suramadu yang perlu didukung dengan upaya membangun Madura, bukan membangun di Madura. Untuk membangun Madura, maka sumber daya manusia merupakan pendekatan utama," katanya.

Ia menambahkan pihaknya juga menerapkan dana abadi pendidikan senilai Rp1 triliun yang bunganya akan digunakan menyekolahkan dosen menjadi master atau doktor.


Ujian Nasional

Dalam kesempatan itu, Mendiknas menegaskan bahwa pihaknya juga akan menyatukan jenjang pendidikan secara vertikal yakni hasil ujian di SD bisa diterima di SMP, hasil ujian di SMP bisa diterima di SMA, dan hasil ujian di SMA juga dapat diterima di PTN.

"Masalahnya, hasil ujian di SMA belum dapat dipakai di PTN, lalu saya bertanya kepada pimpinan PTN tentang masalah sebenarnya, ternyata ada dua hal yakni mereka tidak percaya dengan materi tes SMA dan tidak percaya dengan pelaksanaan tes di SMA," katanya.

Untuk mengatasi ketidakpercayaan itu, pihaknya mengajak PTN untuk membuat soal bagi tes di SMA. "Tahun ini, soal UN akan dibuat PTN dengan lima jenis, sehingga tidak akan bisa saling mencontek," katanya.

Terkait ketidakpercayaan dengan pelaksanaan tes di SMA yang amburadul, ia mengatakan bahwa hal itu dapat diatasi dengan melibatkan kalangan PTN sebagai pengawas.

"UN juga akan mulai dapat digunakan acuan untuk masuk PTN, karena pendaftaran masuk PTN nantinya akan ada dua cara yakni ujian tulis melalui SNMPTN dan undangan melalui nilai rapor dan hasil UN," katanya.

Dalam PP 66/2010 sudah diatur SNMPTN akan mencapai kuota minimal 60 persen, sedangkan kuota 40 persen diambil dengan cara undangan itu.

"Untuk cara undangan juga mengatur 60 persen diambil dari nilai UN dan 40 persen dari nilai rapor. Kenapa UN lebih besar, karena nilai rapor itu bias yakni sekolah dengan akreditasi berbeda (A, B, C) menggunakan nilai 7-8, sehingga mana yang pintar menjadi bias," katanya.

Ia menambahkan PP juga mengatur 20 persen mahasiswa di PTN harus berasal dari keluarga miskin, atau meningkat dibandingkan dengan sebelumnya hanya berkisar 5-6 persen untuk keluarga miskin.

"Nantinya, BOS hanya 60-70 persen untuk dukungan pemerintah pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan pemerintah daerah setempat," katanya.(*)

(T.E011/F002/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011