Bekasi (ANTARA News) - Lembaga Konsolidasi Bantuan Hukum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Tingkat Bekasi, Jawa Barat, merasa pesimistis pemberian tunjangan prestasi kerja aparat kepolisian mampu mendongkrak kinerja pelayanan.

"Untuk mengubah budaya negatif di lembaga kepolisian perlu ada keinginan yang kuat dari individu anggotanya untuk berubah ke arah yang lebih baik," kata Sekjen LKBH ICMI Bekasi, Abdul Chalid, di Bekasi, kemarin.

Menurut Abdul, pihaknya masih mendapati sejumlah oknum kepolisian yang kerap memperburuk citra lembaganya dengan melakukan perbuatan melanggar hukum.

"Pada November 2009, seorang warga Bekasi pernah dianiaya lima oknum petugas Satuan Narkoba Polrestro Bekasi di Asrama Haji Bekasi akibat diduga menyalahgunakan narkoba. Korban dipukuli di bagian wajah hingga mengalami mata memar," katanya.

Namun, setelah menjalani proses pemeriksaan di kantor polisi, kata dia, ternyata petugas bersangkutan salah tangkap dan korbannya dibebaskan pada malam harinya karena bukti yang tidak akurat.

"Kami sudah mempertanyakan kasus itu kepada Kapolrestro Bekasi, Kombes Imam Sugianto, lewat surat tertulis. Namun, hingga saat ini belum mendapat pernyataan resmi," katanya.

Selain itu, kasus yang baru-baru ini terjadi adalah dugaan penusukan terhadap warga Kelurahan Kaliabang, Kecamatan Bekasi Utara, oleh oknum Satpam salah satu pondok pesantren setempat pada 1 Januari 2011, yang hingga saat ini kasusnya tidak memiliki kejelasan.

"Kami sudah berulangkali melayangkan surat agar Polsek Bekasi Utara segera memberikan klarifikasi atas kasus itu. Namun, lagi-lagi menguap dan tidak ada kejelasan sampai sekarang," ujar Abdul.

Hal lain yang dikritisi LKBH ICMI adalah masih adanya pilih kasih oleh aparatur kepolisian dalam penanganan perkara yang melibatkan pejabat di Kabupaten Bekasi.

"Seperti perkara yang melibatkan Wakil Bupati Bekasi, Darip Mulyana, dalam dugaan kasus penipuan dana pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diberikan pengusaha setempat," katanya.

Sejak kasus itu bergulir pada Desember 2010, kata dia, pihak kepolisian setempat belum melakukan pemeriksaan terhadap Darip.

"Ada penanganan yang kurang profesional dalam kasus ini. Sebab, polisi sampai sekarang belum memeriksa terlapor Darip Mulyana dengan alasan harus ada izin pemeriksaan dulu dari Gubernur Jabar," katanya.

Dikatakan Abdul, kepolisian juga memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki proses pelayanan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Polrestro Bekasi yang dinilai masih sarat unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

"Saya masih sering mendapati jumlah pemohon pembuatan SIM di Polrestro Bekasi, dengan jumlah peserta yang mengikuti ujian praktik di GOR Bekasi berkurang drastis. Hal ini sarat dengan KKN," katanya.

Sementara itu, warga Perumahan Pondok Mitra Lestari Blok A12 nomor 9, Kecamatan Jati Asih, Kota Bekasi, Arief Munajat, mengaku menjadi korban calo pembuatan SIM C di Polrestro Bekasi.

"Saya sempat dimintai uang oleh petugas parkir untuk mengurus SIM sebesar Rp400.000 agar pembuatannya bisa berlangsung kurang dari satu jam. Calo itu mengaku telah bekerjasama dengan oknum petugas Satlantas," katanya.

Namun, Arief mengaku menolak permintaan itu dan tetap menempuh proses pembuatan SIM secara legal yang berlangsung selama dua pekan.

"Saya menolak karena tahu hal itu ilegal. Saya harap, warga lain jangan tertipu dengan ulah calo SIM yang cukup banyak di Polrestro Bekasi," demikian Arief.(*)

(T.KR-AFR/H-KWR/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011