Banjarmasin (ANTARA News) - Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Muhammad Iqbal Yudianoor dari Partai Demokrat menanggapi positif pemberlakukan pertanggungjawaban perjalanan dinas dengan menggunakan sistem "real cost" (ongkos nyata).

"Saya kira tidak masalah pemberlakukan pertanggungjawaban perjalanan dinas pimpinan/anggota dewan keluar provinsi dengan menggunakan sistem real cost karena punya nilai positif," katanya di Banjarmasin, Selasa.

Menurut wakil rakyat dari Demokrat itu, beberapa nilai positif dari sistem real cost tersebut antara lain, membuat anggota dewan lebih disiplin dalam melakukan perjalanan dinas.

"Sebagai contoh kalau perjalanan dinas selama tiga hari, maka Surat Perintah Jalan (SPJ) harus tiga hari. Kalau kurang dari tiga hari harus mengembalikan sisa uang perjalanan dan jika lebih dari tiga hari, menjadi risiko pribadi yang bersangkutan," katanya.

Selain itu, yang juga tak kalah pentingnya, yaitu sebagai salah satu upaya menghindari korupsi, seperti penggelembungan biaya transpor serta pemainan tarif kamar hotel tempat menginap, lanjutnya.

Namun putra mantan Bupati Kotabaru Kalsel, H. Sjachrani Mataja itu, mengaku, kerepotan dengan sistem real cost, yang merupakan pemberlakuannya baru mulai Tahun 2011.

"Kerepotan dimaksud, seperti harus hati-hati dengan bording pass yang menjadi salah satu bukti keberangkatan/bepergian keluar provinsi, untuk pertanggungjawaban perjalanan dinas," demikian Iqbal.

Pendapat senada dari rekannya sesama Wakil Ketua DPRD Kalsel, H. Riswandi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sembari menambahkan, pemberlakukan pertanggungjawaban perjalanan dinas keluar provinsi juga berlaku terhadap eksekutif, bukan cuma anggota dewan.

Pemberlakukan pertanggungjawaban perjalanan dinas dengan sistem real cost tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mulai diberlakukan Tahun Anggaran 2011.

"Dengan peraturan tersebut, pegawai negeri atau pejabat pemerintah/pejabat negara tak bisa lagi lalai atau seenaknya menggunakan anggaran perjalanan, kecuali atas bukti-bukti dari real cost," demikian Riswandi.

Sementara itu, staf DPRD Kalsel yang mengikuti perjalanan dinas rombongan anggota dewan, seperti komisi-komisi dewan juga terpaksa disibukkan dengan menyiapkan/membuat pelaporan pertanggungjawaban, antara lain dengan memotokopi "bording pass".

"Ya, dengan sistem real cost ini, kami staf juga jadi mendapat pekerjaan tambahan, seperti harus mengumpul kembali bording pass tiap anggota," ujar Rokananda, staf Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalsel.  (SHN/D009/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011