Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI) Agus Martowardojo mengatakan pihaknya mengimbau baik bank maupun nasabah yang berselisih terkait produk derivatif dapat diselesaikan secara damai. "Seandainya suatu transaksi derivatif itu kemudian ada masalah, kiranya bank itu dapat meklakukan negosiasi dengan debitur, jangan cepat-cepat untuk masuk dalam penyelsaian secara hukum, jadi cari titik temu,supaya terjadi penyelsaian baik-baiak antara kedua belah pihak," katanya di Jakarta, Sabtu. Ia menambahkan, pihaknya juga mengusulkan kepada Bank Indonesia sebagai regulator agar lmeperhatikan asa konsolidasi terkait dengan masalah ini. "Kepada regulator, Bank Indonesia, IBI mengusulkan kalau seandainya ada debitur-debitur yang masuk transaksi derivatif dan ternyata terjadi kerugian atau ada perselisihan dengan banknya, dan kemudian banknya menyatakan bahwa ini transaksi macet, jadi asas konsolidasi atau one obligor kiranya dapat di pertimbangkan case by case," katanya. Menurut dia, jumlah produk dan transaksi derivatif tidak mengkhawatirkan sehingga tidak memiliki dampak bagi perbankan secara nasional. "Saya kok melihat sejauh ini dari IBI, tidak menyebutkan jumlah yang mengkhawatirkan ya dari transaksi derivatif yang sifatnya ada `underlying transaction`. Tapi kalau sifatnya spekulatif tidak bisa ditebak," katanya di Jakarta, Sabtu. Ia menyatakan, jumlah transaksi derifativ dibandingkan dengan kredit perbankan saat ini sangat kecil sehingga transaksi derivatif tak begitu berpengaruh terhadap industri perbankan. "Bagi sistem perbankan aman, nbagi sistem kauangan aman," katanya. Disisi lain, menurut dia, setiap bank yang memiliki produk derivatif dan lindung nilai tentu telah melakukan pencadangan kerugian untuk berjaga-jaga. Sehingga biasanya hal ini akan membuat laba tergerus untuk pencadangan tersebut. Terkait dengan kemungkinan kerugian ekportir akibat lindung nilai, menurut dia hal ini mungkin saja terjadi, apabila di lihat dari kondisi perekonomian saat ini. "Potensinya bisa cukup besar, karena produk unggulan Indonesia untuk ekspor, kita semua tahu tiga bulan terakhir hingga Desember 2008, mengalami koreksi yang sangat besar jadi kalau tidak sejalan dengan harga yang cenderung tidak ke arah peningkatan tapi malah penurunan bisa jadi ada kerugian," katanya. Namun demikian, menurut dia, bila ada kerugian hal itu adalah wajar. "Kalau itu terjadi, resiko bisnis, hal yang wajar, karena kondisi ekonomi," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009