Sebuah kawasan penebangan hutan di provinsi Jambi, pulau Sumatera, Kamis (5/8). Indonesia dan Australia membentuk program Kemitraan Karbon Hutan Sumatera untuk mengurangi emisi gas rumah kaca akibat deforestasi dan degradasi hutan. Kemitraan itu didukung anggaran senilai A$30 juta (Rp 251,3 miliar). (ANTARA/Fanny Octavianus)


Butuh kesinambungan

Dan sekitar separuh emisi itu, yang angkanya berkisar 5-10 GtCO2e (gigaton setara karbon dioksida) per tahun, tercipta akibat deforestasi dan degradasi hutan yang akut.

Tetapi hutan juga menjadi salah satu solusi terpenting dalam mengatasi dampak perubahan iklim, karena sepertiga dari 2,6 miliar ton CO2 yang dilepaskan dari pembakaran bahan bakar fosil, diserap oleh hutan setiap tahun.

Bayangkan jika Indonesia memanfaatkan peran vital hutan dalam menekan dampak buruk perubahan iklim terhadap dunia. Indonesia bisa menjual tidak saja kemampuannya dalam menekan emisi namun juga keberhasilannya menjadikan hutannya sebagai penyerap efek gas rumah kaca.

Inilah konsep inti perdagangan karbon. Dalam konsep ini, sebuah negara yang memiliki emisi lebih sedikit bisa menjual hak menghasilkan emisi sesuai batas internasional, kepada negara atau wilayah lain. Sebaliknya negara yang menghasilkan emisi karbon lebih banyak bisa membeli hak mengeluarkan emisi tersebut dari negara atau wilayah lain yang memiliki emisi lebih rendah.

Perdagangan karbon ini menjadi metode pengurangan karbon dengan biaya terhemat yang bisa dieksploitasi, selain juga meningkatkan efisiensi sistem.

Oleh karena itu, untuk menyelamatkan hutan-hutan kita, tidak cuma yang ada di Papua, segala peluang yang ada mesti diambil, termasuk mekanisme perdagangan karbon.

Tetapi itu semua membutuhkan penegakan hukum dan komunikasi intensif antarsemua pihak, selain membutuhkan inovasi dan kreativitas agar masyarakat dan negara tetap bisa menarik kemanfaatan ekonomis hutan tanpa dengan merusaknya.

Formula hutan adat seperti di Papua bisa menjadi salah satu cara dalam menjaga hutan dan penghuninya tepat lestari namun kemanfaatan ekonominya terpelihara. Tapi konsep hutan adat tetap membutuhkan asistensi negara agar upaya dan prakarsa konservasi oleh masyarakat sejalan dengan tujuan-tujuan besar nasional yang tentu bukan demi profit semata.

Untuk itu, platform perdagangan karbon bisa terus diseriusi sebagai salah satu mekanisme yang efektif dalam membuat Indonesia bisa terus menjaga hutan-hutannya tetap lestari, namun tetap bisa mengelola kemanfaatan ekonominya.

Cuma, semua itu membutuhkan keterlibatan semua pihak, tetapi tentu saja keterlibatan yang berkesinambungan.

Baca juga: Indonesia dinilai belum siap berdagang karbon

Copyright © ANTARA 2021