Penodaan agama itu berbeda dengan kebebasan beragama. Ini kadang orang tidak bisa membedakan
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, Ahmadiyah sebaiknya menjadi agama sendiri yang berada di luar Islam sebab ajaran itu  mengatasnamakan Islam tetapi tidak sesuai dengan ajaran Islam.

"Seandainya Ahmadiyah menjadi agama sendiri, maka Ahmadiyah itu dalam posisi menjalani hak sebagai warga negara dalam beragama," kata Hasyim usai diskusi bertajuk "Gejolak Mesir dan Pengaruhnya terhadap Dunia Islam" di Jakarta, Senin.

Menurut dia, sikap pengikut Ahmadiyah yang bersikeras menyatakan diri Islam, membuat orang Islam merasa dilecehkan.

"Penodaan agama itu berbeda dengan kebebasan beragama. Ini kadang orang tidak bisa membedakan," kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok tersebut.

Namun demikian, lanjutnya, terlepas bahwa Ahmadiyah menyeleweng dari Islam, pengikutnya tetap tidak boleh diperlakukan tidak layak seperti yang terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Banten.

"Aparat kepolisian harus bertindak tegas dan menghukum para pelakunya," kata Hasyim terkait penyerangan terhadap pengikut Ahmadiyah di Cikeusik, Minggu (6/2) yang menewaskan tiga orang dan melukai sejumlah orang lainnya.

Dijelaskannya, sejak lama para ulama NU dan Muhammadiyah berusaha untuk menyadarkan warga Ahmadiyah agar menjalankan ajaran Islam secara benar, namun  hal itu belum banyak berhasil.

"Tak mudah mengubah keyakinan seseorang. Ini yang kemudian terjadi gesekan-gesekan seperti kejadian di Cikeusik," katanya.

Hasyim mendukung penyelesaian masalah Ahmadiyah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri meski diakuinya pelaksanaan SKB di lapangan masih kedodoran.

"SKB tidak salah apa-apa. Sebagai ketentuan sudah relevan. Hanya pelaksanaan SKB yang kedodoran," katanya.

Sementara itu, cendekiawan Muslim Azyumardi Azra menilai insiden Ahmadiyah di Cikeusik bukan karena SKB tiga menteri.

Bahkan, lanjutnya, jika SKB diubah dan Ahmadiyah dinyatakan sebagai organisasi terlarang, hal itu justru bertentangan dengan konstitusi yang memberikan dan mengizinkan orang untuk berserikat dan berkumpul.

"Jadi kalau untuk kepastian hukum harus bawa ke pengadilan," katanya.
(S024/A035/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011