Kairo (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia memuji sikap pemerintah Sudan dan pemerintah wilayah otonomi Sudan Selatan yang menerima hasil referendum penentuan nasib Sudan Selatan.

"Indonesia turut gembira karena hasil referendum Sudan Selatan diterima semua pihak baik oleh pemerintah Khartoum maupun pihak Sudan Selatan," kata Ketua Tim Pemantau Indonesia atas Referendum Sudan Selatan, Dr Sujatmiko yang dihubungi ANTARA dari Kairo, Selasa malam,

Sujatmiko yang juga Duta Besar RI untuk Sudan mengisahkan situasi sosiologis dan psikologis masyarakat Sudan saat pengumuman hasil referendum itu dilakukan di ibu kota Sudan, Khartoum pada Senin (7/2).

"Saya ingin ke Sudan Selatan, saya banyak saudara di sana, saya mau mereka tetap jadi saudara saya," demikian teriak seorang wanita asal Sudan Utara sambil menangis di lantai, saat Ketua Komisi Referendum Sudan Selatan, Prof Mohamed Ibrahim Khalil sedang mengumumkan hasil akhir referendum tersebut.

Dubes Sujatmiko yang mewakili pemerintah Indonesia untuk menghadiri pengumuman hasil referendum pada Senin malam itu lebih lanjut menuturkan, aksi perempuan ini serta merta mendapatkan perhatian dari seluruh tamu undangan yang hadir dalam acara yang paling ditunggu-tunggu masyarakat Sudan.

"Lima menit kemudian, perempuan ini berdiri dan menyampaikan pesan dengan suara yang parau yang menyiratkan ada perasaan sedih atas perpisahan Sudan Selatan," paparnya.

Menanggapi suasana hati masyarakat Sudan itu, Dubes Sujatmiko mengatakan wajar saja.

"Saya kira sangat wajar tanggapan masyarakat seperti itu: ada yang meluapkan kegembiraannya, dan ada pula yang sangat sedih, dan lainnya campur aduk antara gembira dan sedih," katanya.

Hasil akhir referendum ini sama dengan hasil sementara yang diumumkan oleh Kepala Biro Referendum Sudan Selatan, Chan Reec Madut di Juba, ibu kota Sudan Selatan pada 30 Januari 2011.

Kelompok pro kemerdekaan Sudan Selatan menang telak dengan perolehan 98,83 persen atau 3.792.518 suara.

Jumlah total suara sah yang masuk ke komisi dari seluruh daerah pelaksanaan referendum tercatat 3.851.994 suara.

Adapun pemilih pro persatuan hanya memperoleh 1,17 persen atau hanya 44.888 suara, dan sisanya suara yang rusak atau kosong, tidak dicoblos.

Daerah pelaksanaan referendum untuk warga Sudan Selatan tersebut dilakukan selain di wilayah Sudan Selatan, juga di Sudan Utara dan di delapan negara di luar negeri -- tempat bermukimnya warga Sudan Selatan.

Madut mengatakan, pengumuman hasil akhir referendum ini merupakan final karena hingga saat ini tidak ada tuntutan atau banding apapun yang diajukan oleh masyarakat atau lembaga-lembaga terkait di Sudan.

"Ini adalah hasil akhir, karena tidak ada tuntutan atau protes yang diajukan oleh masyarakat. Pada 9 Juli 2011, Sudan Selatan akan mendeklarasikan diri menjadi Negara baru," kata Kepala Biro Referendum Sudan Selatan tersebut.

Prof Khalil menyampaikan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Presiden Sudan Omar Al-Bashir dan Wapres Salva Kiir, para pengamat dari negara sahabat yang telah mendukung suksesnya referendum tersebut.

Khalil menyatakan keyakinannya bahwa pemisahan diri Sudan Selatan hanya dalam tataran politik karena secara ekonomi dan sosial budaya, keduanya akan saling tergantung.

"Sudan tetap satu dan perpisahan ini hanya bersifat politis. Saya yakin, secara sosial budaya dan ekonomi, keduanya tidak akan terpisahkan," ujarnya.

Perkawinan, kontak sosial dan hubungan persaudaraan antara masyarakat Sudan Selatan dan Sudan Utara tidak akan pernah memisahkan kedua saudara ini, katanya lagi.

Ketua Komisi Referendum itu mengungkapkan bahwa sebelum pengumuman hasil referendum itu dilakukan, pihaknya telah menyerahkan hasil akhir perhitungan suara kepada Presiden Bashir dan Salva Kiir Mayardit, yang juga menjabat sebagai Ketua Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM).

Sebelumnya, Presiden Bashir menyatakan bahwa demi menjaga perdamaian di Sudan dan kawasan, Pemerintah Sudan menerima hasil referendum dan akan bekerja sama dengan Sudan Selatan.

Pernyataan senada diutarakan Salva Kiir, "Kemenangan Sudan Selatan ini bukan akhir dari hubungan dengan Sudan Utara, sebaliknya merupakan awal dari kerja sama yang lebih erat di masa mendatang."

Utusan Sekretaris Jenderal PBB, Benjamin Mkapa dalam pernyataannya menyebutkan bahwa PBB menyambut baik hasil referendum ini.

"Referendum telah dilaksanakan secara bebas, adil dan kredibel. PBB yakin hasil ini menunjukkan keinginan masyarakat Sudan Selatan," katanya.

Referendum Sudan Selatan yang diselenggarakan pada 9-15 Januari 2011 ini merupakan tindak lanjut dari Perjanjian Perdamaian Menyeluruh yang ditandatangani kedua pihak pada 2005, yang mengakhiri perang saudara selama dua dasawarsa sejak 1983. (M043/Z002/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011