Manama (ANTARA News) - Kendaraan-kendaraan militer Bahrain, yang digelar di Lapangan Mutiara di ibu kota Manama setelah serangan polisi yang mematikan terhadap para pemrotes pada Sabtu mulai ditarik, dan persyaratan oposisi segera akan dibahas, kata seorang koresponden AFP.

Sebuah pernyataan dari Putra Mahkota Sheikh Salman bin Hamad al-Khalifa mengatakan telah "memerintahkan penarikan seluruh militer dari jalan-jalan di Bahrain dengan secepatnya."

Pewaris takhta, yang juga wakil panglima tertinggi pasukan angkatan bersenjata, kata polisi "akan terus mengawasi hukum dan ketertiban."

Massa demonstran berbondong-bondong ke Lapangan Mutiara setelah kendaraan-kendaraan militer ditarik.

Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka dan melakukan setidaknya tiga penangkapan.

Raja Bahrain menawarkan dialog nasional yang melibatkan seluruh pihak dalam upaya mengakhiri krisis yang telah menewaskan empat orang serta melukai ratusan orang lainnya, menurut laporan Reuters.

Lebih dari 60 orang berada di rumah sakit untuk menerima perawatan pada Sabtu, mereka menderita luka yang didapat saat pasukan keamanan Bahrain menembak ke arah pengunjuk rasa ketika mereka sedang berjalan menuju Lapangan Mutiara pada Jumat.

Penembakan itu terjadi pada satu hari berkabung massal, ketika kaum Syiah memakamkan empat orang yang terbunuh sehari sebelumnya dalam penyergapan polisi di persimpangan lalu lintas Lapangan Mutiara.

Guna menjawab aksi protes terhadap pemerintah yang melibatkan ratusan orang turun ke jalan, Raja Hamad bin Isa al-Khalifa pada Jumat malam mengumumkan bahwa putra mahkota telah diberikan segala wewenang untuk memenuhi harapan dan aspirasi dari seluruh warga negara yang ramah dari semua negara bagian dalam dialog nasional.

Presiden AS Barack Obama telah berbicang dengan raja pada Jumat malam, seraya mengutuk kekerasan dan mendesak pemerintah melakukan penahanan.

Obama mengatakan stabilitas Bahrain, yang merupakan markas bagi armada laut AS di Timur Tengah, menaruh rasa hormat terhadap rakyatnya, menurut sumber di Gedung Putih.

Pergolakan politik tersebut telah menghadapkan AS pada dilema serupa di wilayah itu. Benturan antara hasrat untuk mempertahankan stabilitas di negara sekutu lama AS dengan keinginan untuk mengedepankan prinsip mereka terkait hak asasi untuk berunjuk rasa yang mengusung perubahan ke arah demokrasi.

Putra mahkota dari negara produsen minyak yang bukan anggota OPEC itu, Sheikh Salman bin Hamad al-Khalifa, meminta agar rakyat tenang dalam siaran televisi.

"Kini saatnya untuk duduk bersama dan berunding, bukan saling bertarung," katanya.

Pergolakan politik di negara penghubung sistem perbankan regional itu telah menggoyahkan kepercayaan asing terhadap ekonomi negara itu.

Sementara itu kelompok oposisi Syiah Bahrain pada Sabtu mengatakan bahwa pemerintah harus mundur dan tentara ditarik dari jalanan ibu kota Manama, sehingga tawaran dialog dari putra mahkota dapat diterima.

"Untuk mempertimbangkan dialog, pemerintah harus mundur dan tentara harus ditarik dari jalanan kota Manama," kata Abdul Jalil Khalil Ibrahim, Ketua Fraksi Parlemen Al-Wefaq, kelompok oposisi terbesar Syiah.

"Apa yang kami saksikan saat ini bukanlah bahasa dialog, tapi `bahasa kekerasan`," katanya yang mengacu kepada tindakan tegas aparat terhadap pengunjuk rasa pada Jumat, yang menurutnya telah menyebabkan 95 orang terluka, sedangkan tiga di antaranya dinyatakan tewas. (AK/M016/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011