Hasil penelitian memang perlu dipublikasikan karena salah satu tujuannya agar informasinya lebih menyebar, namun tidak bisa sembarangan karena ada kode etiknya
Padang (ANTARA News) - "Meskipun hasil penelitian berdampak sangat buruk terhadap satu pihak tertentu, namun jika dalam kontraknya diisyaratkan tidak mengumumkan secara luas, peneliti perguruan tinggi tidak berhak mengumumkannya secara langsung tanpa seizin yang memberikan kuasa penelitian."

Pernyataan itu disampaikan Prof. Musliar Kasim di Padang, Sabtu pekan lalu.

Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Indonesia itu mengatakan, peneliti pada perguruan tinggi adalah kaum intelektual yang padanya melekat sejumlah kode etik yang harus ditaatinya, termasuk dalam soal penelitian.

"Jika penelitian itu sifatnya murni individu, boleh-boleh saja diumumkan sendiri oleh peneliti yang bersangkutan, namun jika penelitian itu pesanan dari satu instansi tertentu, tentu saja untuk mengumumkannya perlu izin dari yang bersangkutan," kata Musliar.

Pendapat Musliar ini merujuk hasil penelitian Dr Sri Estuningsih dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menemukan bakteri berbahaya pada sampel susu formula yang ditelitinya.

Dari penelitan selama tiga tahun dalam kurun 2003-2006, ilmuwan IPB itu mendapati lima sampel dari 22 sampel susu formula dan 15 sampel makanan pendamping air susu ibu yang ditelitinya, positif mengandung "enterobacter sakazakii".

Untuk mengumumkan hasil penelitian, perguruan tinggi memiliki sejumlah kode etik yang salah satunya menyebutkan publikasi hasil penelitian harus sesuai kontrak.

"Jika memang dalam kontraknya tidak untuk dipublikasikan secara luas, maka peneliti tidak berhak mengumumkannya pada masyarakat," katanya.

Oleh karena itu, Musliar menganggap mengumumkan hasil penelitian susu formula oleh IPB itu sangat riskan.

Penelitian lanjutan

Hasil penelitian memang wajib dipublikasikan, namun jika persoalannya menjadi sensitif dan menyangkut hajat hidup orang banyak, maka perlu kehati-hatian dalam menginformasikannya kepada publik, agar tidak berdampak buruk.

"Namun untuk publikasi merek susu tersebut harus ada prosedurnya," kata Musliar yang adalah Rektor Universitas Andalas itu.

Agar persoalan ini tidak berlarut-larut dan menimbulkan persoalan, Musliar mendesak pemerintah menyelenggarakan penelitian lanjutan terhadap seluruh produk susu.

Musliar menilai adalah tidak adil jika hanya mengumumkan sampel yang diteliti karena sampel hanya mewakil beberapa persen dari total produk susu.

"Jika mau adil harusnya diteliti seluruh susu yang ada, kemudian baru publikasikan hasilnya ke masyarakat," katanya.

Apalagi, kata Prof. Musliar, meneliti susu formula yang diduga mengandung bakteri berbahaya itu tak membutuhkan waktu lama, hanya dua bulan.

Masyarakat memang berhak mengetahui hasil penelitian itu agar mereka berhati-hati dalam mengonsumsi susu, namun informasi yang diterima harus menyeluruh.

"Ini masalah sensitif, jadi informasinya jangan setengah-setengah," sambungnya.

Pemerintah diimbaunya untuk bijak menyikapi soal ini sehingga baik masyarakat maupun produsen susu tidak dirugikan.

Fasilitasi pemerintah

Suara senada disampaikan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang Dr. Alwen Bentri M.Pd, yang menyebutkan hasil penelitian memang wajib diketahui masyarakat.

"Hasil penelitian memang perlu dipublikasikan karena salah satu tujuannya agar informasinya lebih menyebar, namun tidak bisa sembarangan karena ada kode etiknya," kata Alwen.

Kegiatan penelitian, katanya, adalah satu dari tiga tridharma perguruan tinggi, selain pendidikan pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat.

"Seluruh kegiatan penelitian semuanya adalah untuk kepentingan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Jadi, memang perlu dipublikasikan," katanya.

Dr. Alwen menyatakan peneliti dibingkai oleh kode etik tertentu dan ini diantaranya bertalian dengan macam penelitian yang diadakan, yaitu apakah penelitian itu individual atau pesanan atau kontrak.

Pada penelitian murni atau individu, peneliti memiliki otoritas penuh mempublikasikan hasil penelitannya karena memang dia yang membiayai penelitian itu.

"Peneliti itu yang membiayai sendiri dan bertanggungjawab terhadap hasil penelitiannya, jadi dia berhak mempublikasikannya sendiri," kata Alwen.

Berikutnya, pada penelitian pesanan atau kontrak dengan lembaga tertentu, peneliti hanya berlaku sebagai peneliti sehingga tidak berhak mengumumkan hasil penelitian. "Apapun hasilnya yang berhak mengumumkannya hanya yang mendanai atau pemilik kontrak itu," terang Alwen.

Tapi, dalam kondisi ini pun, demikian Alwen, pemerintah tetap perlu memfasilitasi penelitian. demi kepentingan masyarakat.

"Kepentingan masyarakat itu adalah hal yang utama, apalagi jika memang ditemukan penelitian yang berdampak buruk pada masyarakat luas, perlu ditindaklanjuti serius," katanya.

Dr. Alwen Bentri mengatakan, seluruh ilmu pengetahuan dan hasil penelitian didedikasikan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat.

"Perguruan tinggi itu beraktivitas secara keseluruhan, bukan untuk kepentingan individu atau golongan tertentu," demikian Alwen.

KR-AH/T010

Oleh Abna Hidayati
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011