Jakarta (ANTARA) - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Surabaya Go Lisanawati mengatakan dalam persoalan kesalahan transfer dana, pada hakikatnya sederhana yaitu pihak pemberi perintah transfer dan penerima transfer pada hakikatnya harus sama-sama melakukan kehati-hatian.

Acapkali bisa saja terjadi kesalahan transfer dana oleh perbankan kepada nasabah atau publik, bahkan bisa berujung kasus hukum jika menilik Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana seolah-olah menjadi senjata sakti bagi perbankan.

"Transfer kan ada dasar transaksinya, apakah transaksi dasarnya karena pembayaran atas transaksi jual beli, pemberian, pembayaran gaji, pembayaran lain-lainnya, sebagai alas haknya," ujar Go Lisanawati dalam keterangannya kepada media, di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan bahwa semua pihak memang memiliki kewajiban untuk berhati-hati. Pemberi perintah transfer harus melakukan check in yang sangat berhati-hati sebelum melakukan pengiriman.

"Bagi penerima juga harus berhati-hati, apabila memang tidak merasa memiliki transaksi, maka seharusnya menanyakan sumber, dan tidak langsung menggunakan. Karena transfer kan juga ada dasar transaksinya. Apakah jual beli, pembayaran gaji, pembayaran sewa menyewa (ada alas hak)," tuturnya.

Dia menghimbau kepada publik juga dituntut untuk memperhatikan dengan sebaik-baiknya. Jadi bila ada yang tidak jelas sumbernya, harus menanyakan asal sumber transfer tersebut.

"Menurut saya, Pasal 85 tidak serta merta diterapkan karena unsur kesalahan yang diminta adalah unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan. Maka yang harus dibuktikan adalah kesengajaannya untuk menguasai dan mengakui dana yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya. Jadi dana tersebut adalah dana yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya," tuturnya.

Kata dia, apakah perbankan boleh langsung mengambil uang yang telah salah ditransferkan kepada penerima. Go Lisanawati menjelaskan maka konstruksi hukumnya adalah perbankan tidak bisa serta merta mengambil uang yang sudah terlanjur terkirim atau dengan kekeliruan. Karena pada hakikatnya uang sudah masuk.

"Mengenai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, mungkin juga bisa terjadi karena tidak ada komplain dari pemberi perintah transfer. Jadi ya terabaikan. Ya walaupun mungkin ada bentuk kemungkinan lainnya yang bisa terjadi," tuturnya.

Ahli pidana hukum Cybercrime dan TPPU itu menjelaskan maka yang bisa dilakukan adalah menghubungi nasabah yang sudah menerima transfer walaupun tidak diketahui oleh nasabah atau penerima uang tersebut.

"Karena sekali lagi, pihak perbankan adalah pihak ke tiga. Sebenarnya dalam proses di perbankan juga pasti bagian input yang menginputkan ya, tapi kan juga ada pengawasnya sebelum proses selesai kan," tuturnya.

Kata dia, mekanisme yang akan diterapkan pihak Perbankan itu lebih ke arah internalnya. Dalam hal nasabah sudah beritikad baik menanyakan tetapi tidak dihiraukan tidak mungkin, karena perbankan berkepentingan juga apabila ternyata memang mereka melakukan kekeliruan.

"Bagi perbankan hendaknya juga harus memberitahukan secara resmi tentang kekeliruan transfer tersebut, karena bagaimanapun terjadinya hal tersebut juga atas kekeliruan dari bank dengan menunjukkan perintah transfer dari pengirim asal kepada penerima yang seharusnya menerima transfer tersebut," ungkap dia.

Namun, dirinya menekankan yang harus dipahami adalah memang cara menanyakannya harus secara tepat dengan memberi klarifikasi atau mengkroscek ke pihak perbankan di mana rekening di buka.

"Bagaimana bila tidak ditanggapi, maka bisa mengadu melalui layanan pengaduan yang ada di bank tersebut," ungkapnya.

Namun, bila sudah secara patut tidak diabaikan oleh pihak perbankan, hal itu bisa mengadukan kepada lembaga pengawas perbankan, dan bisa juga ke kepolisian untuk melaporkan.

"Dalam hal penerima dana tidak memenuhi kesengajaan atau karena tadi sudah ada itikad baik melaporkan atau menanyakan kepihak perbankan tidak bisa. Namun harus berhati-hati, misalnya dengan menyiapkan bukti dan lain-lainnya," imbuh dia.

Selain itu kata Go Lisanawati juga harus dipegang teguh adalah manakala publik atau nasabah menerima transfer dana tapi tidak ada alas haknya, ya jangan dipakai sampai paling tidak sudah jelas sumbernya.

"Hal ini juga harus kita lihat sebagai kehati-hatian dalam konteks pencucian uang atau kejahatan lainnya. Jangan sampai rekening kita menerima sumber tidak jelas, tapi kita tidak berupaya menanyakan sumber atau alas transaksinya itu karena apa dan sah atau tidak," tandasnya.

Pewarta: Budi Suyanto
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021