Jakarta (ANTARA News) - Pengamat persaingan usaha, Sutrisno Iwantono, yang juga pendiri Iwant & Co (lembaga kajian antimonopoli dan kompetisi usaha) meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak mudah menilai ada kartel di industri perbankan hanya dari hasil monitoring yang dilakukan.

"Karena pembuktian kartel sangat sulit sehingga perlu hati-hati," kata Iwantono di sela diskusi "Merger and Acquisation & Indirect Evidences In Competition Law" dengan pembicara akademisi persaingan usaha dari Jerman Prof Franz Jurgen Sakcer, di Jakarta, Senin.

Sebelumnya diberitakan KPPU mengindikasi praktik persaingan tidak sehat yang dilakukan oleh 14 bank besar, yang bisa menimbulkan praktik tidak sehat yang diderita 100 bank lain.

"Struktur masih dikuasai 14 bank saja, memang tidak serta merta tindakan monopoli tetapi biasanya kalau angkanya terbatas dari 121 bank, itu praktis yang 14 bank tidak ada perubahan. Biasanya kalau di sektor ekonomi ini disebut ada permainan yang tidak adil," ujar Ketua KPPU Nawir Messi.

Iwantono mengatakan selama ini penilaian KPPU bisa berdasarkan pada indikator ekonomi termasuk kecenderungan harga yang paralel. Selain itu juga berdasarkan adanya asosiasi dari pelaku usaha serta adanya pertemuan-pertemuan antara pihak terkait.

"Tapi itu kan baru indikator. Tidak bisa digunakan sebagai bukti bahwa telah terjadi kartel atau tidak," kata Iwantono.

Iwantono mengatakan untuk membuktikan bahwa di sebuah industri telah terjadi praktik kartel atau tidak, diperlukan kajian mendalam.

Ia mengatakan, monitoring atau pengawasan terhadap kegiatan usaha memang sesuatu yang perlu dilakukan
KPPU. "Namun monitoring tidak harus diakhiri dengan keputusan bahwa terjadi pelanggaran," katanya.

Sementara itu Franz Jurgen Sakcer dalam diskusi itu membicarakan upaya mengurangi persaingan usaha di Jerman dan Uni Eropa. Ia mengatakan, di negaranya jika dua perusahaan melakukan merger maka jika nilai assetnya melebihi ketentuan yang telah ditetapkan maka dia harus melaporkan proses merger tersebut.

Namun jika nilai assetnya di bawah nilai yang ditetapkan maka tidak perlu melapor. Hal itu, katanya, adalah untuk pengawasan, namun hal itu bukan berarti telah terjadi pelanggaran persaingan usaha.

Dianggap ada pelanggaran saat merger, katanya, jika hasil merger tersebut mengakibatkan pasar menjadi terganggu dan mengakibatkan persaingan yang tidak sehat.(*)

(T.U002/D012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011