Jakarta (ANTARA News) - Para aktivis yang tergabung dalam Satuan Kerja Peduli Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi pada Forum Renovasi Indonesia menyatakan, risiko pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) lebih kecil dibanding energi nuklir sehingga potensi energi tersebut perlu lebih dipriroritaskan.

Hal itu disampaikan Muhammad Ridho dari Satuan Kerja Peduli Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)-Forum Renovasi Indonesia (FRI) kepada pers di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, Indonesia memiliki sumber energi geothermal terbesar di dunia sebagai sumber energi primer yang merupakan potensi strategis ketahanan nasional non-militer.

"Pemanfaatan energi geothermal lebih kecil risikonya daripada energi nuklir dan pengendalian tekanan panas bumi dapat mengurangi serta menghambat terjadinya bencana letusan gunung berapi," katanya.

Mengingat keberadaan dan pengelolaan energi geothermal sangat kecil kemungkinan untuk dapat diekspor, maka PLN sebagai pengguna terbesar energi geothermal secara nasional sangat terbantu kesinambungan ketersediaan energi listriknya.

Karena itu, demi ketahanan dan kepentingan nasional serta kesejahteraan rakyat, negara harus memiliki dan menguasai energi panas bumi demi tersedianya energi listrik yang cukup secara berkesinambungan.

Ia mengatakan, DPR dan pemerintah harus sungguh-sungguh mendorong daerah-daerah yang memiliki sumber panas bumi untuk membentuk Badan Usaha Mlik Daerah (BUMD) sesuai amanat UU No.20/2002 dalam rangka memprioritaskan pemanfaatan energi panas bumi setempat yang tergolong energi terbarukan.

"Potensi panas bumi di Indonesia yang merupakan terbesar di dunia harus dijadikan peluang emas meraih Center of Excellent di bidang energi panas bumi sehingga dapat menjadi pusat perhatian dan menarik investasi, SDM serta teknologi," katanya.

Dalam kaitan ini, PT Geo Dipa Energi (Persero) sebagai lokomotof eksplorasi dan eksploitasi energi panas bumi harus didorong oleh semua pihak terutama DPR dan pemerintah pusat agar mampu memiliki dan menguasai sumber energi. Perusahaan tersebut pada awalnya merupakan perusahaan patungan PT Pertamina (67 persen) dan PT PLN (33 persen).

Permasalahannya, kata dia, PT GDE menghadapi masalah keuangan sehingga hanya mampu mengoperasikan satu unit PLTP di Dieng. Dengan ekuitas saat ini, kemampuan meminjam GDE yang terjamin dari Debt Equity Ratio (DER), tidak mencukupi untuk pengembangan lapangan Patuha (Jawa Barat) dan unit-unit berikutnya di Dieng.

Di sisi lain, dari sisi operasional, harga jual listrik Dieng belum mencerminkan keekonomian sehingga kurang menarik investor. Sedangkan lapangan Patuha yang sudah siap untuk digunakan sejak 1998 tidak dapat dimanfaatkan. "Solusinya adalah mengubah status GDE menjadi BUMN Panas Bumi."

Potensi geothermal di Indonesia diperkirakan sebesar 27 Qwe atau setara dengan sekitar 12 miliar barel minyak bumi untuk operasional selama 30 tahun. Dengan pemberlakuan UU No.27/2003 tentang Panas Bumi, Perpres No.5/2006 dan PP No.59/2007, diharapkan kontribusi energi geothermal dalam bidang kelistrikan bisa mencapai sekitar 9.500 Mwe atau lima persen kebutuhan pembangkit listrik nasional pada 2025.

Lapangan geothermal di Indonesia berada di 122 lokasi, sedangkan eksplorasi baru dilakukan di dua lokasi yaitu di Dieng dengan potensi 400 MW dan baru diolah 60 MW pada delapan dari 13 sumur. Selain itu, lapangan Patuha berpotensi 400 MW yang baru ditenderkan 55 MW pada sembilan sumur.
(S023)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011