Yogyakarta (ANTARA News) - Rencana penambangan pasir besi di pantai selatan di wilayah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih saja ditolak sebagian petani di kawasan itu yang selama ini bercocok tanam sayuran dan buah semangka.

Para petani lahan pasir di pesisir selatan Kabupaten Kulonprogo yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) pernah meminta kepada Kantor Lingkungan Hidup Regional Jawa untuk tidak merekomendasikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) rencana penambangan pasir besi di kawasan tersebut, karena lahan akan rusak akibat dari penambangan itu.

Seperti pernah dikatakan Ketua PPLP Supriyadi, pihaknya menolak segala kegiatan yang berhubungan dengan rencana penambangan pasir besi di pantai selatan Kulonprogo. "Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah untuk tidak mengeluarkan Amdal," katanya.

Mereka pun beralasan para petani setempat selama ini sudah menikmati hasil yang cukup menggembirakan dari bercocok tanam di lahan pantai. Selain itu, mereka khawatir abrasi laut selatan akan semakin parah, karena rencana penambangan pasir besi sampai kedalaman 14,5 meter, dengan bentang atau sepanjang 22 kilometer, serta lebar 1,8 kilometer.

Sedangkan di pihak pemerintah, juga punya alasan terkait dengan rencana penambangan pasir besi di kawasan pantai selatan Kulon Progo. Kandungan pasir besinya diperkirakan besar. Itu salah satu alasan pemerintah mengapa berencana menambang pasir besi di kawasan pantai tersebut.

Menteri Perindustrian MS Hidayat dalam kunjungan kerjanya ke Yogyakarta pada 21 Maret 2011 mengatakan potensi pasir besi di pesisir selatan Kulon Progo cukup besar, karena diperkirakan memiliki deposit sekitar 300 juta ton.

"Saya mendapatkan informasi sudah ada investor yang bersedia mendirikan industri pengolahan besi baja dengan kapasitas 500.000 ton per tahun, dan akan ditingkatkan menjadi dua juta ton per tahun," katanya.

Menurut dia, dalam Forum Komunikasi Pimpinan Kementerian Perindustrian dengan Dunia Usaha dan Instansi Terkait, investasi awal yang diperlukan untuk pembangunan industri tersebut diperkirakan sebesar 600 juta dolar AS.

"Saya mendukung prakarsa itu, karena pembangunan industri tersebut diharapkan dapat menunjang pemenuhan kebutuhan besi baja nasional yang belum dapat dipenuhi oleh produksi di dalam negeri, di mana lebih dari empat juta ton per tahun masih diimpor," katanya.

Ia mengatakan untuk mendukung pembangunan industri besi baja tersebut, pemerintah dapat memberikan dukungan insentif fiskal baik berupa "tax allowance" maupun fasilitas "tax holiday", dan mencarikan investor dari dalam maupun luar negeri.


Terbaik di Dunia

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Kulon Progo pada Maret 2010 mengatakan pasir besi di sepanjang pesisir selatan Kulon Progo ternyata bukan hanya pasir besi biasa yang hanya mengandung titanium, tetapi juga mengandung vanadium.

Di dunia ini, pasir besi yang memiliki kandungan vanadium dengan kualitas baik hanya di Meksiko, dan Indonesia yaitu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Vanadium sering digunakan untuk memproduksi logam tahan karat serta peralatan yang digunakan dalam kecepatan tinggi. Foil vanadium digunakan sebagai zat pengikat dalam melapisi titanium pada baja, seperti dalam pembuatan tank anti roket maupun pembuatan pesawat ulang alik, karena punya sifat baru akan mencair jika terkena gesekan panas 2.000 derajat Celcius.

Dengan demikian, pasir besi di pesisir selatan wilayah Kulon Progo tersebut dapat dikatakan emas hitam, karena harganya bisa berlipat seribu dibanding besi biasa.

"Pernah dilakukan penelitian mengenai kekhasan karakter bijih besi di pesisir selatan ini, yaitu sekitar tahun 1976 ketika saya mendampingi `suwargi` (almarhum) Ngarso Dalem Hamengku Buwono IX, yang biaya penelitiannya saat itu mencapai 300.000 poundsterling," kata Sultan.

Sultan juga mengatakan karena berbagai alasan, ia tidak rela apabila proses penambangan hanya dilakukan seperti di Purworejo atau Cilacap (Jawa Tengah). "Saya tidak mau dibohongi orang dalam penambangan ini," katanya.

Gubernur DIY itu juga menegaskan bahwa dalam perjanjian kontrak pihak investor yaitu PT Jogja Magasa Iron (JMI) hanya diberi izin untuk melakukan penambangan, dan menghasilkan bahan baku besi berupa pig iron atau lonjoran besi. Untuk pemrosesan pembuatan baja, dapat dilakukan perusahaan lain.

Sedangkan tahapannya, kata dia hingga saat ini masih menunggu hasil amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). "Amdal harus segera selesai, karena jadwal yang diberikan paling lambat bulan Oktober 2010," katanya.


Empat Kecamatan

Rencananya, kawasan yang akan ditambang melintasi empat wilayah kecamatan yaitu Galur, Panjatan, Temon dan Wates, di sepuluh desa yakni Banaran, Karangasem, Garongan, Pleret, Bugel, Glagah, Palian, Sindutan, Jangkaran, dan Karangwuni.

Padahal, menurut Ketua PPLP Supriyadi dalam penjelasannya pada 2009, ketinggian daratan pantai hanya berkisar antara dua hingga empat meter dibandingkan dengan gelombang laut yang tinggi.

"Jika terjadi penambangan, maka akan menghilangkan bentuk dan fungsi gumuk pasir di kawasan pesisir. Gumuk pasir berfungsi sebagai penyangga alam dari ancaman tsunami, dan sebagai penyaring air laut ke sumur air tawar," katanya.

Selain itu, kata dia, gumuk pasir juga menjadi pelindung bagi lahan pertanian masyarakat, sehingga sumur-sumur "renteng" (sumur bercabang) bisa dibuat untuk menyiram tanaman setiap hari.

Para petani, menurut Supriyadi, umumnya menanam sayuran, palawija, cabai, buah semangka, buah melon. "Mereka juga membuat areal persawahan, perkebunan kelapa, peternakan sapi, domba, dan unggas," katanya.

Kegiatan bertani di pesisir bagi warga di kawasan itu merupakan penyangga hidup mereka yang berjumlah sekitar 50 ribu jiwa.

Ia mencontohkan, bagi yang memiliki lahan garapan tanaman cabai seluas 1.200 meter persegi saja, bisa dipanen sebanyak 30 kali, dengan pendapatan rata-rata Rp70 juta dalam waktu enam bulan.

Sedangkan bagi yang tidak memiliki lahan garapan, bisa menjadi buruh petik cabai dengan upah Rp30 ribu sampai Rp50 ribu per hari. (M008*H008/K004)

Oleh Oleh Masduki Attamami dan Heru
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011