Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian membidik kontribusi industri pengolahan nonmigas sebesar 18 persen dan kontribusi ekspor dari produk industri sebesar 75 persen dengan optimisme bahwa pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas akan mendekati atau mencapai target sebesar 4 persen pada akhir 2021.

“Sepanjang tahun 2021, kami menargetkan kontribusi industri pengolahan nonmigas sebesar 18 persen dan kontribusi ekspor dari produk industri sebesar 75 persen,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara Economic Outlook 2022 dengan tema “Mendorong Hilirisasi dan Industri Berorientasi Ekspor", Selasa.

Menperin meyakini, seiring pulihnya perekonomian nasional, kinerja sektor industri manufaktur juga diproyeksi meningkat pada tahun 2022.

“Ada beberapa indikator kunci sektor industri pada triwulan III tahun 2021 yang memperlihatkan kemajuan cukup signifikan,” ujarnya.

Baca juga: Menperin sebut Indonesia bisa jadi pusat industri halal dunia

Indikator gemilang itu di antaranya pertumbuhan sektor industri yang tercatat sebesar 4,12 persen atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 3,51 persen.

Indikator berikutnya, kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas terhadap PDB nasional mencapai 17,33 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.

“Selain itu, nilai investasi sektor industri pada Januari-September 2021 tercatat sebesar Rp236,79 triliun. Indikator lainnya adalah PMI Manufaktur Indonesia yang mencapai 57,2 pada bulan Oktober 2021. Nilai ini adalah tertinggi dalam sejarah bagi Indonesia,” papar Agus.

Baca juga: Menperin sebut hilirisasi industri jaga kekuatan ekonomi nasional

Bahkan, sektor industri konsisten menjadi kontributor terbesar bagi pencapaian nilai ekspor nasional.

“Nilai kontribusi ekspor sektor industri terus meningkat sejak tahun 2015 dengan angka di kisaran 75 persen dari total ekspor nasional. Nilai ini lebih besar dari periode sebelumnya yang hanya menyentuh angka di bawah 70 persen,” imbuhnya.

Menperin pun menyebutkan, kontribusi ekspor dari sektor industri manufaktur pada tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar 131,1 miliar dolar AS, meskipun di tengah himpitan pandemi COVID-19.

“Nilai ekspor manufaktur ini merepresentasikan 80,3 persen ekspor nasional tahun 2020. Sementara pada Januari-Oktober 2021, kontribusi ekspor sektor industri tercatat sebesar 77,16 persen atau senilai 143,76 miliar dolar AS dari total ekspor nasional 186,31 miliar dolar AS,” ungkapnya.

Guna menjaga dan meningkatkan kontribusi ekspor manufaktur, Agus menegaskan, berbagai kebijakan dan insentif telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Salah satunya adalah kebijakan substitusi impor 35 persen pada 2022 yang digulirkan oleh Kemenperin dengan dengan prioritas pada industri-industri dengan nilai impor yang besar pada tahun 2019.

“Di dunia ekonomi, industri orientasi ekspor dan substitusi impor sesungguhnya merupakan dua konsep yang berbeda, tetapi saya lihat keduanya memiliki korelasi positif yang kuat. Untuk bisa berorientasi pada ekspor, industri harus tumbuh dengan baik dan berkembang dalam lingkungan ekonomi yang sehat,” jelasnya.

Menurut Agus, lingkungan sehat bagi industri unuk tumbuh tidak dapat tercipta di tengah gempuran impor yang tak terkendali.

Kebijakan substitusi impor merupakan salah satu instrumen pengendalian impor sehingga memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk tumbuh berkembang dan meningkatkan daya saing sampai mereka mapan dan mampu bertarung di persaingan global.

“Substitusi impor juga mendorong peningkatan utilitas industri domestik, peningkatan investasi, dan utamanya akselerasi program hilirisasi. Kebijakan susbstitusi impor secara perlahan juga membuka ruang untuk menghasilkan produk-produk hilir substitusi impor,” pungkasnya.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021