Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Hudi Hastowo mengaku terkejut melihat hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh majalah terkemuka dunia The Economist tentang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) setelah kecelakaan reaktor Fukushima.

"Saya tidak mengira hasilnya positif, karena saya pikir gara-gara kecelakaan reaktor di Fukushima, PLTN habis," kata Dr Hudi Hastowo dalam Diskusi "Perlukah PLTN Dibangun di Indonesia untuk Memenuhi Kebutuhan Energi Nasional" di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Selasa.

Faktanya hasil jajak pendapat pada 12 April itu (sebulan setelah kecelakaan nuklir Fukushima) justru menyimpulkan bahwa 61 persen dari responden yang merupakan para pembaca majalah tersebut berpendapat bahwa dunia tidak menjadi lebih baik tanpa PLTN, ujarnya.

Menurut Hudi, bangsa Indonesia harus berpikir 10 sampai 20 tahun mendatang dimana kebutuhan energi listrik pada 2020 diperkirakan mencapai 55,5 ribu MW dan terus bertambah seiring pertumbuhan ekonomi.

Menurut Hudi, kecelakaan reaktor nuklir seperti terjadi di Fukushima bisa terjadi karena disebabkan faktor pemilihan lokasi yang tidak bebas dari bencana.

"Ada 55 PLTN di Jepang, tapi ketika gempa dan tsunami lalu hanya Fukushima yang terganggu. Pelajaran yang perlu diambil adalah faktor lokasi yang harus jauh dari kemungkinan bencana. Pengkajan dan pemilihan tapak adalah suatu yang sangat penting dalam rencana pembangunan PLTN," katanya.

Sementara itu anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman D Ibrahim mengatakan, PLTN menggunakan bahan bakar yang sangat sedikit, yakni untuk kapasitas 1.000 MW hanya perlu 10 ton Uranium per tahun atau setara dengan 3 juta ton batubara atau 2 juta kilo liter BBM.

Selain itu lebih bersih dibanding energi lainnya karena tidak ada pembakaran sehingga tidak menghasilkan emisi karbon.

Namun demikian biaya investasinya mahal, yakni untuk setiap kapasitas 1.000 Megawatt membutuhkan 4-6 milyar dolar AS yang dapat membangun 3.000-4.000 MW PLTU Batubara.

Selain itu, risiko kecelakaan besar, sehingga sering mendapat penolakan dari masyarakat, ujarnya.

Kini sekitar 30 negara memiliki total 439 reaktor PLTN dengan total kapasitas sedikitnya 371.016 MWe, termasuk 103 PLTN di AS, 59 di Perancis, 55 di Jepang, 31 di Rusia, 22 di Korsel, 19 di Inggris, 18 di Kanada, 17 di Jerman, 17 di India, 15 di Ukraina, 11 unit di China dan lain-lain.

(D009/S019/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011