Saya tak suka sama sifat minta-minta dan saya selalu tegur cucuku kalau melihat langsung ia meminta kepada seseorang
Padang (ANTARA News) - Seperti biasa, bila subuh menjelang, Rostina melakukan rutinitas `sembahyang` subuh di Mushalla Jihadul Muslimin, Gang Pertemuan Kelurahan Parak Laweh Kecamatan Lubuak Bagaluang Padang, Sumatera Barat.

Awal hari Rostina selalu dimulai dengan doa, demi keberkahan untuk cucunya. Perempuan berusia 63 tahun, yang biasa dipanggil Umi itu, menjalani hidup dengan sederhana.

Setelah sembahyang subuh, Umi mempersiapkan segala kebutuhan cucu menjelang berangkat ke Sekolah Dasar (SD) 08 Sungkai Parak Laweh. Cucunya yang duduk di kelas 3 itu berumur 10 tahun.

Keseharian Umi hanya diisi dengan `manokok batang padi` (memukul batang padi) sisa panen di persawahan.

Hasil manokok padi itu lah yang menjadi gantungan hidup ia dan cucunya. Tiap hektare Umi memperoleh sekira tiga kulak padi (sembilan gantang). Umi juga memperoleh tambahan dari pemberian pemilik sawah sebanyak dua kulak.

"Ditambah dengan zakat hasil panen sekita dua kulak," katanya sembari `manokok batang padi` di persawahan antara Kelurahan Banuaran dengan Parak Laweh, Lubuak Bagaluang.

Biar jadi beras, kata Umi, padi hasil pencahariannya dibawa ke penggilingan padi ("heler"). Umi tidak pernah menjual hasil `manokok padi` itu. Ia kumpulkan untuk keperluan makan ia dan cucunya.

Sejak berumur empat tahun, Umi telah mengasuh cucunya oleh sebab orang tua si anak pergi merantau ke Jakarta.

Miris ketika Umi mengatakan, cucunya itu ditinggal bapak pada umur 15 hari.

"Ibunya pun memilih untuk merantau ke Jakarta ketika cucuku berumur empat tahun dan kabarnya tak jelas benar, sukses atau tidak di perantauan itu," kata Rostina.

Ia punya tiga anak, satu laki-laki dua perempuan dan cucunya itu merupakan anak dari putri bungsunya.

Sudah 46 tahun pula Umi menyandang status janda, dan membesarkan ke tiga anaknya itu sendirian.

Rostina, berkampung di Koto Anau Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Sejak suaminya meninggal di tahun 1965, Umi tinggal beserta tiga anaknya.

Enam tahun lalu, Rostina harus tinggal berdua saja dengan cucunya, sementara ketiga anaknya telah memilih merantau ke Jakarta.

"Tahun 2005, kami dapat musibah, rumah Umi terbakar dan sejak itu ketiga anak Umi pergi merantau," kata Umi sambil menyeringai menahan terik siang di persawahan itu.

Nenek 63 tahun itu, tak pernah patah arang. Ia tetap saja memilih `manokok padi` demi melanjutkan hidupnya dan seorang cucu laki-lakinya.

Umi bilang, ia bahagia meski hanya makan nasi dari hasil manokok padi itu. Hasil `manok padi` sekali masa panen bisa terkumpul untuk memenuhi kebutuhan makan hingga empat bulan. Selebihnya ia andalkan dari beras untuk masyarakat miskin (Raskin) dari kelurahan.

"Kalau makan lauk, sangat jarang. Umi makan pakai `lado` saja," lirihnya.

Rostina bersyukur, cucunya tak pernah mengeluh karena makan hanya dengan `lado` (sambal/cabai). Hal itu menjadi kekuatan bagi Umi untuk pantang mengeluh, meski terik menyengat saat ia merontokkan buliran padi.

"Kalau ada rejeki tak terduga, barulah kami masak `lauak` (ikan)," katanya.

Rostina juga bersyukur karena hingga saat ini, Tuhan menganugrahkannya dengan tenaga yang cukup untuk berkeliling mengitari persawahan Kota Padang, demi mencari padi sisa panen.

Ketimbang naik angkot untuk menuju persawahan, Umi lebih rela berjalan kaki, guna menghemat biaya. Jika Rostina punya uang, ia lebih memilih memberi jajan cucu satu-satunya itu.

"Jajan cucu perharinya Rp2000. Kalau ada uang saya kasih, jika tak ada cucu pun tak kecil hati," katanya.

Sementara kebutuhan sekolah cucunya, diperoleh dari pemberian masyarakat yang peduli dengan kondisinya. Baju sekolah, buku-buku pelajaran, dan keperluan lain untuk cucunya didapatnya dari warga sekitar tempat ia bermukim.

Tak Mau Berharap
Rostina mengungkapkan, ia belum pernah memperoleh bantuan dari lembaga atau instansi manapun. Ia memang tak berharap pemberian dari manapun.

"Kami berharap pada Tuhan saja, biar tenagaku dilebihkan untuk membesarkan cucu semata wayang," katanya.

Wanita tua legam itu, juga tak mau masuk panti jompo. Ia bilang, ia masih ingin bergerak menjadi sebab kehidupan bagi cucunya hingga ajal menjemput.

Rostina ingin cucunya jadi orang sukses. Baginya lebih baik berterik-terik memperoleh nasi dari pada mengadahkan tangan dengan cara minta-minta.

Ia juga menjadi guru kehidupan untuk cucunya. Setiap hari ia rajin memberi pangarahan pada cucunya agar menghindari sifat meminta-minta.

"Saya tak suka sama sifat minta-minta dan saya selalu tegur cucuku kalau melihat langsung ia meminta kepada seseorang," tegas Rosita.
(KR-AH/T010)

Oleh Abna Hidayati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011