Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta mendesak Bank Indonesia untuk segera menjatuhkan sanksi terhadap Citibank yang telah dinyatakan salah dan melanggar Peraturan Bank Indonesia terkait penggunaan perusahaan penagih utang atau debt collector yang mencuat setelah tewasnya nasabah kartu kredit Irzen Octa akhir Maret lalu.

"Dewan Gubernur Bank Indonesia secepatnya menggelar rapat dan segera memutuskan untuk memberikan sanksi. Tidak perlu berpikir panjang untuk memberikan sanksi yang tepat kepada Citibank karena BI sendiri sudah menyatakan Citibank melanggar. Saya rasa tidak perlu ada limit waktu lagi," kata Arif kepada antaranews.com, Jakarta, Rabu.

Ia menyebutkan, sanksi yang tepat untuk Citibank ada dua bentuk, yakni pencabutan izin atau pembekuan sementara izin operasi Citibank.

"BI memiliki otoritas untuk melakukan pencabutan izin atau pembekuan sementara operasional Citibank. Sama seperti kasus BPPN dulu, dimana BI bisa melakukan hal tersebut. Efek jera harus diberikan BI kepada bank-bank bermasalah," kata politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Bila BI tidak segera memutuskan untuk memberikan sanksi dan terkesan menunda pemberian sanksi tersebut, BI akan dipertanyakan oleh masyarakat.

"Kredibilitas BI akan menjadi taruhan terkait pemberian sanksi terhadap Citibank. Kita akan pertanyakan kenapa BI sangat lambat dan tidak segera memberikan sanksi," ujar dia.

Selain itu, ia juga meminta BI untuk melakukan evaluasi internal mereka sendiri karena selama ini sering terjadi pembobolan.

"Apakah karena pengawasan yang kurang sehingga terjadi pembobolan? BI harus evaluasi juga diri mereka," ujar Arif.

Bank Indonesia menyatakan bahwa Citibank terbukti bersalah melanggar Peraturan Bank Indonesia terkait penggunaan perusahaan penagih utang atau debt collector yang mencuat setelah tewasnya nasabah kartu kredit Irzen Octa akhir Maret lalu.

"Pemeriksaan oleh tim sudah selesai dan diketahui adanya pelanggaran PBI soal penggunaan perusahaan penagih utang," kata Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah.

Menurutnya, Citibank melanggar PBI 11/11/2009 tentang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang diperkuat dengan SE nomor 11/10/2009, yang antara lain mengatur penggunaan perusahaan jasa penagih utang.

Pelanggaran yang dilakukan Citibank antara lain adalah perjanjian kerjasama dengan pihak penagih dinyatakan bahwa segala tanggung jawab akhir ada di pihak penagih padahal di PBI diatur bahwa segala permasalahan dalam penagihan harus menjadi tanggung jawab bank.

Pelanggaran kedua, adalah soal kolektibilitas atau tingkat penunggakan utang dari nasabah kartu kredit yang berdasarkan PBI baru boleh dialihkan kepada pihak ketiga setelah tunggakannya masuk kolektibilitas empat (diragukan) dan lima (macet).

"Citibank sudah mengalihkan penagihan kepada pihak ketiga mulai kolektibilitas dua," katanya.

Pelanggaran lainnya adalah lemahnya sistem monitoring penagihan dan keempat adalah lemahnya penanganan keluhan nasabah yang banyak keberatan atas sikap para debt collector.
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011