Jakarta (ANTARA News) - Tenaga kesehatan dilarang menjadi model iklan obat, alat kesehatan dan fasilitas kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 1787/2010.

"Tenaga kesehatan masih dapat melakukan publikasi atas pelayanan kesehatan dan penelitian kesehatan dalam majalah kesehatan atau forum ilmiah untuk lingkungan profesi," ujar Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Supriyantoro dalam temu media di Jakarta, Jumat.

Permenkes yang diundangkan di Jakarta pada 28 Desember 2010 itu juga melarang iklan dan publikasi pelayanan kesehatan yang bersifat merendahkan kehormatan dan derajat profesi tenaga kesehatan, memberikan informasi yang tidak benar dan bersifat menipu dan membandingkan mutu pelayanan kesehatan itu dengan fasilitas lainnya atau mencela mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Penggunaan kata "satu-satunya" atau sejenisnya misal "terbaik" dalam iklan juga dilarang karena dianggap cenderung menyesatkan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 5 Permenkes tersebut.

"Tidak boleh iklan `Kami yang terbaik`, harus ada bukti. Karena pada dasarnya alat tidak ada yang terbaik, sangat tergantung dari kasusnya. Kalau sudah dapat disembuhkan dengan alat sederhana tapi digunakan alat canggih itu akan jadi biaya tinggi," paparnya.

Permenkes No.1787/2010 itu juga menegaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan iklan dan publikasinya harus memenuhi syarat antara lain memuat informasi dengan data yang akurat, berbasis bukti, informatif, edukatif dan bertanggungjawab.

Kementerian Kesehatan disebut Supriyantoro sedang menyiapkan tim penilai dan pengawasan iklan dan publikasi pelayanan kesehatan yang akan melakukan pemantauan terhadap iklan dan publikasi terkait layanan kesehatan.

"Tim penilai ini sudah ada SK (surat keputusan)nya dan sedang berkoordinasi dengan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan Dewan Pers," ujarnya.


RS Asing Dilarang Beriklan

Larangan beriklan juga diterapkan Kementerian Kesehatan terhadap rumah sakit (RS) atau fasilitas kesehatan dari luar negeri atau yang berlokasi diluar Indonesia.

"Iklan layanan kesehatan hanya boleh untuk yang lokasinya di Indonesia, kalau lokasinya di luar negeri, tidak boleh," kata Supriyantoro.

Tapi larangan ini disebutnya tidak bersifat permanen dalam artian dapat dibuka dimasa yang akan datang jika ada kesepakatan lebih lanjut.

"Kalau nanti ada kesepakatan lewat WTO misalnya, baru akan kita buka (larangannya), tapi untuk sementara hanya untuk yang lokasinya di Indonesia," katanya.

Kebijakan itu disebut Supriyantoro karena dinilai intervensi asing dalam bidang kesehatan sudah terlalu besar dan dikhawatirkan menimbulkan persepsi yang keliru kepada masyarakat.

"Biar saja mereka protes, kita juga patut protes, intervensi mereka terlalu besar," katanya.(*)
(T.A043/ANT)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011