Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Luluk Nur Hamidah menilai rasa kemanusiaan dan kebijaksanaan harus ditempatkan lebih tinggi dari pada kepentingan politik jangka pendek dalam upaya persetujuan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Karena itu, dia mendesak DPR RI segera menyetujui RUU TPKS menjadi usul inisiatif DPR RI sehingga bisa segera dibahas bersama pemerintah dan disahkan menjadi UU.

"Kami mohon dengan kebijaksanaan dan rasa kemanusiaan yang harus kita tempatkan dan angkat lebih tinggi dari pada kepentingan politik jangka pendek maka diharapkan RUU TPKS bisa diputuskan jadi usul inisiatif bersama," kata Luluk saat menyampaikan interupsi dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan, banyak pihak yang menilai DPR RI gagal dan tidak memiliki kepekaan atau "sense of crisis" terhadap fenomena darurat kekerasan seksual.

Baca juga: Anggota DPR: RUU TPKS mendesak segera disahkan jadi UU

Karena itu dia meminta agar Rapat Paripurna DPR menyetujui agar RUU TPKS menjadi usul inisiatif DPR agar tidak dinilai masyarakat sebagai pihak yang tidak memiliki kepekaan terhadap darurat kekerasan seksual.

"Ada ratusan ribu korban kekerasan seksual yang benar-benar berharap ada kebijaksanaan pimpinan dan forum Rapat Paripurna agar bisa mengesahkan RUU TPKS menjadi usul inisiatif DPR," ujarnya.

Politisi PKB itu mengingatkan bahwa jumlah korban kekerasan seksual terus bertambah, tidak memandang latar belakang pendidikan, pekerjaan bahkan terjadi di lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini dianggap masyarakat mengajarkan nilai-nilai kebijaksanaan dan kebaikan.

Baca juga: APBGATI desak sahkan RUU TPKS menyusul maraknya kekerasan seksual

Menurut Luluk, trauma kekerasan seksual akan dibawa sepanjang hayat para korban karena itu untuk memahami luka korban, maka kita tidak perlu menjadi korban.

Sementara itu, anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai Golkar Supriansa menilai upaya melahirkan sebuah UU, banyak tahapan yang harus dilalui sehingga perlu hati-hati agar melahirkan sebuah UU yang rapih dan tidak berujung pada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Terkait kekhawatiran adanya kekosongan hukum terkait kasus pelecehan seksual, sebenarnya ada di KUHP Pasal 289 dan Pasal 296 yang masih bisa digunakan sambil menunggu pembahasan lebih lanjut terkait RUU TPKS," ujarnya.

Supriansa meyakini RUU TPKS segera dapat disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU sehingga menjadi pedoman penyelesaian berbagai persoalan kekerasan seksual yang terjadi di tengah masyarakat.

Baca juga: Pencegahan pemerkosaan butuh hukum yang berpihak pada korban

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021