Jakarta (ANTARA News) - DPR mengecam insiden penembakan warga sipil di perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste oleh Polisi Nasional Timor Leste (PNTL) Unit Patroli Perbatasan (BPU) Jumat (6/1) sekitar pukul 11.15 Wita. "Kita mengingatkan agar tindakan ini yang terakhir kali. Jangan sampai terulang, jika terulang rasakan akibatnya," kata ketua DPR, Agung Laksono, di Jakarta, Rabu. Agung menegaskan insiden penembakan tersebut merupakan penghinaan kepada bangsa Indonesia. Karenanya, seluruh pihak di Indonesia harus mengecam dan melakukan protes keras. Guna mencegah terulangnya kasus yang menyebabkan tiga orang korban tewas itu, Agung juga mendesak agar dilakukan penyelidikan bersama secara mendalam. "Penyelidikan itu untuk mengetahui apa motif penembakan, dan menghindari mencuatnya beragam kesimpulan. Terpenting dalam hal ini adalah persoalan serupa jangan sampai diulangi lagi," katanya. Dalam insiden penembakan itu, lima Warga Negara Indonesia yang tengah memancing di Sungai Malibaca --- yang memisahkan wilayah Kabupaten Belu, NTT, dengan Distrik Bobonaro, Timor Leste --- ditembak oleh polisi perbatasan Timor Leste (BPU-PNTL) sehingga menyebabkan ketiga korban tewas di tempat. Mereka adalah eks pengungsi Timtim asal Desa Tohe, Kecamatan Reihat, Kabupaten Belu, yaitu Stanis Maubere (48), Jose Mausorte (38), dan Candido Mariano (26), sedang dua lainnya, Egidio dan Elias Tavares, selamat karena melarikan diri saat insiden terjadi. Insiden penembakan bukan pertama kali terjadi. Pada 21 April 2005, seorang perwira pertama TNI-AD dari Yonarmed-8 Kostrad, Lettu Art. Teddy Setiawan, Komandan Pos Makir, ditembak oleh Kepolisian Nasional Timor Leste dari Unit Patroli Perbatasan. (*)

Copyright © ANTARA 2006