Jakarta (ANTARA) - Tak terasa, kita kini tengah berada penghujung tahun 2021. Kendati pandemi COVID-19 belum sepenuhnya surut, tahun ini dapat dikatakan menjadi tahun kebangkitan Indonesia, khususnya dalam dunia olahraga.

Salah satu momen penting yang terjadi pada tahun 2021 adalah pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX pada 2-15 Oktober dan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XVI pada 2-15 November di Papua. Bagi masyarakat Bumi Cenderawasih, ini adalah momentum bersejarah karena untuk kali pertama menjadi tuan rumah sejak pesta olahraga terbesar di Tanah Air tersebut bergulir pada 1948.

Untuk PON Papua tercatat sebanyak 7.039 atlet dari seluruh Indonesia turut serta. Hasilnya, Jawa Barat mempertahankan status juara umum setelah mengantongi 133 medali emas, 105 perak, dan 115 perunggu. Posisi kedua diraih DKI Jakarta dengan 110 emas, 91 perak, 100 perunggu. Kemudian disusul Jawa Timur dengan 110 emas, 89 perak, 88 perunggu.

Sementara tuan rumah finis di urutan ke-empat dengan mengoleksi 93 emas, 66 perak, dan 102 perunggu.

Kemudian pada Peparnas Papua, tuan rumah mengukir sejarah dengan meraih predikat juara umum untuk pertama kalinya dengan menyabet 127 emas, 85 perak, dan 85 perunggu. Prestasi luar biasa, mengingat pada Peparnas 2016 di Jawa Barat, Papua hanya mampu finis di urutan kelima dengan mengoleksi 34 emas, 21 perak, dan 24 perunggu.

Baca juga: 150 rekor tercipta di Peparnas XVI Papua

Sementara juara bertahan Jawa Barat berada di urutan kedua dengan meraih 110 emas, 92 perak, dan 75 perunggu. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan saat menjadi tuan rumah pada 2016 dengan 178 emas, 104 perak, dan 74 perunggu.

Lebih dari sekadar perebutan medali, PON dan Peparnas Papua telah mengubah stigma seiring dengan kesuksesan menjadi tuan rumah. Tak dapat dimungkiri, isu konflik dan lainnya berkonotasi negatif begitu santer terdengar.

Hal ini pula yang membuat penulis dan pengakuan dari sejumlah kontingen dari berbagai provinsi yang baru kali pertama merasakan kekhawatiran ketika hendak bertolak ke sana.

Namun setibanya di Papua, semua hal yang ada dalam pikiran tersebut luntur dengan sendirinya. Sebab, semuanya jauh dari yang dibayangkan.

"Papua itu sama dengan daerah atau provinsi di Indonesia lainnya," begitulah kira-kira pengakuan dari berbagai kontingen baik itu dari atlet, pelatih, atau yang lainnya yang baru pertama kali ke Papua.

Ya, masyarakat Papua sama dengan masyarakat Indonesia pada umumnya yang ramah, bersahaja, dan murah senyum.

Baca juga: PON dan Peparnas buka peluang Papua menuju destinasi wisata unggulan

Selanjutnya : konflik Papua
Menko Polhukam Mahfud MD dan Kasad Jenderal TNI Dudung AR (kanan) bertemu membahas persoalan Papua

Konflik di Papua memang ada. Namun yang harus menjadi catatan, ini terjadi di sejumlah titik. Mayoritas wilayah di Papua itu aman.

Mengutip kalimat dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan konflik dan semacam aksi kekerasan terjadi di mana-mana, bukan hanya Papua. Namun karena adanya provokasi membuat Papua dinilai kurang aman dan sebagainya.

"Padahal Papua sama dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Bisa aman, meriah, nyaman, dan tenang. Untuk itu, mari ke depan hidup normal seperti di daerah-daerah lainnya," kata Mahfud MD.

Selain itu, lanjut Mahfud MD, adanya PON dan Peparnas menegaskan bahwa Papua sudah dan akan tetap menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Ini pembuktian bagi kita semua bahwa Papua dan Indonesia itu sudah sangat bersenyawa menyatu di dalam semangat dan tujuannya serta rasa senasib dan sepenanggungan," ujar Mahfud MD.

Baca juga: Mahfud MD: Sukses PON dan Peparnas bukti nyata Papua aman dan damai

Sementara Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan bahwa adanya PON dan Peparnas Papua membangkitkan nasionalisme anak bangsa.

Nasionalisme kata Bamsoet akan bangkit seketika kala atlet yang sedang berlaga menerapkan menjunjung tinggi nilai sportivitas. Penonton yang menyaksikan suguhan pertandingan juga terpengaruh rasa nasionalisme.

"Seluruh anak bangsa tanpa memandang rambut keriting, lurus dan kulit hitam maupun putih, akan bersatu dalam satu pertandingan. Oleh karena itu, peran olahraga ini sangat penting jadi jangan pandang sebelah mata perannya," kata Bambang Soesatyo.

Membangkitkan nasionalisme, lanjut Bambang, paling mudah dilakukan melalui ajang olahraga baik skala nasional maupun internasional. Sebab, menurutnya setiap laga akan memiliki ikatan emosional bagi atlet maupun penontonnya dari pertandingan olahraga itu.

Tersajinya gelaran olahraga seperti PON Papua, maka internalisasi nilai karakter kebangsaan akan menjadi makin lebih mudah. Dengan begitu, ancaman-ancaman ideologi lainnya seperti radikalisme dan intoleransi dapat dibatasi pergerakannya di Tanah Air pada masa mendatang.

Selanjutnya : dampak tuan rumah
Foto udara Stadion Lukas Enembe di Kompleks Olahraga Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa (24/8/2021). Stadion Lukas Enembe yang memiliki kapasitas lebih dari 40 ribu penonton ini akan menjadi tempat upacara pembukaan dan penutupan PON XX Papua 2021. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/wsj. *** Local Caption *** . (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Dampak jangka panjang

Sama seperti ajang internasional seperti Olimpiade Tokyo 2020, selalu ada dampak jangka panjang setiap kota atau daerah yang menjadi tuan rumah. Pun demikian Papua yang menjadi penyelenggara PON dan Peparnas.

Masyarakat Papua mendapat pengalaman berharga dengan terlibat langsung baik sebagai panitia penyelenggara, sukarelawan, dan lainnya. Dari sini, mereka akan lebih siap menyambut ajang-ajang besar lainnya di Tanah Papua.

Sebab, berbagai stakeholder olahraga telah menyatakan komitmennya untuk menjadikan Bumi Cenderawasih sebagai tuan rumah berbagai ajang internasional.

Ini tak lepas dari adanya berbagai fasilitas olahraga di Papua yang telah berstandar internasional seperti Stadion Utama Lukas Enembe yang mengantongi sertifikat kelas 1 Federasi Asosiasi Atletik Internasional (IAAF), Arena Akuatik Kampung Harapan yang telah diakui Federasi Akuatik Internasional (FINA), Arena Kriket dan Sepatu Roda, serta yang lainnya.

Baca juga: Rincian tujuh "venue" canggih yang diresmikan Presiden Jokowi

Berbagai fasilitas tersebut membuat Papua berpotensi menjadi jantung olahraga di Asia Pasifik. Catatannya, semua fasilitas dapat terpelihara dengan baik. Dari sini, dapat terlihat begitu perhatiannya pemerintah untuk membina talenta muda di Bumi Cendrawasih

Selain olahraga, tentu saja setiap gelaran besar bakal berdampak positif pada sektor lain termasuk ekonomi dan sosial. Bukti nyata dari dampak PON dan Peparnas adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi Papua pada kuartal III 2021 yakni 14,54 persen atau jauh di atas nasional sebesar 3,51 persen.

Angka tersebut menjadi yang tertinggi dibanding provinsi lainnya di Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan tingginya pertumbuhan ekonomi Papua dipengaruhi kinerja sektor pertambangan yang meningkat dengan kontribusi terbesar berasal dari PT Freeport Indonesia.

Selain itu, momentum pelaksanaan PON dan Peparnas Papua juga mendorong ekonomi pertumbuhan di Papua non-tambang. Sri Mulyani juga mengharapkan ini menjadi momentum bagi Papua untuk terus membangun terutama sumber dayanya menjadi manusia-manusia yang hebat.

Setelah PON dan Peparnas, citra baik Papua telah menyebar luas ke pelosok negeri bahkan mancanegara. Banyak dampak positif dari pelaksanaan dua pesta olahraga terbesar di Indonesia tersebut. Betulah cara olahraga mengubah stigma Papua.

Baca juga: Menutup Oktober penuh warna, menyongsong November penuh asa
Baca juga: Wapres: Papua tidak hanya kaya, tetapi juga penuh talenta

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021