Jakarta (ANTARA News) - Kaukus Ekonomi Konstitusi menilai APBN kurang berfungsi sebagai alat untuk memakmurkan rakyat dan saat ini cenderung hanya melaksanakan fungsi akuntansi.

"APBN yang seharusnya berfungsi sebagai alat memakmurkan rakyat, hanya melaksanakan fungsi akuntansi atau hanya mencatat saja," kata Ketua Kaukus Ekonomi Konstitusi, Arif Budimanta dalam kunjungannya ke Perum LKBN ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia menyebutkan, ada kesan saat ini fungsi APBN hanya mencatat penerimaan negara, pengeluaran negara, belanja pegawai, dan lainnya sementara fungsi memakmurkan rakyat seperti kesehatan, penanggulangan kemiskinan kurang mengemuka.

"DPR berhadapan dengan paradigma anggaran yang tidak berubah dari pemerintah, padahal UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sudah mengamanatkan penerapan anggaran berbasis kinerja," kata Arif Budimanta yang juga Anggota Komisi XI DPR.

Menurut dia, anggaran yang diajukan pemerintah belum memuat outcome dan output yang akan dihasilkan oleh pemerintah. Anggaran yang diajukan pemerintah hanya memuat proyek-proyek yang akan dikerjakan dan anggarannya sementara hasil yang ingin dicapai tidak ada.

Arif juga menilai, penyusunan APBN saat ini tidak menganut perencanaan dari bawah (bottom up planning) tapi lebih bersifat quasi sentralistis karena perencananya adalah kalangan birokrasi dari bawah hingga atas.

"DPR tidak pernah dilibatkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, quasi sentralistik ini harus diubah," katanya.

Arif menyebutkan, Kaukus Ekonomi Konstitusi merupakan wadah silahturahmi antar anggota DPR yang berdiri sejak 18 Agustus 2010.

Menurut dia, dalam bidang legislasi, pihaknya berusaha untuk membahas RUU dengan sebaik-baiknya. Beberapa RUU yang sudah diselesaikan pembahasannya adalah RUU tentang Akuntan Publik dan RUU tentang Mata Uang.

Sementara itu dalam bidang pengawasan, Arif mengatakan, pihaknya mendorong pemerintah melakukan renegosiasi kontrak-kontrak karya yang merugikan Indonesia.

Ia mencontohkan kontrak karya dengan perusahaan tambang yang ditandatangani pada 1986 di mana Indonesia hanya boleh melakukan pungutan ketika perusahaan tambang itu beroperasi dengan besar pungutan yang ditetapkan saat itu.

"Indonesia hanya boleh melakukan dengan pungutan sebesar yang ditetapkan pada zaman dulu padahal kita dihadapkan pada tuntutan menambah pendapatan negara sehingga tidak menambah utang," katanya.

Selain Arif Budimanta, ikut serta pula dalam kunjungan ke LKBN ANTARA adalah anggota Kaukus Ekonomi Konstitusi lain Mustofa Asegaf (anggota Komisi XI DPR dari FPPP), dan Muchtar Amma (anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura).

Dalam kunjungannya ke Perum LKBN ANTARA, para anggota DPR itu diterima Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Ahmad Mukhlis Yusuf dan jajaran direksi.(*)

(T. A039/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011