Jakarta (ANTARA) - Rasa penasaran terkadang muncul lalu membuat godaan untuk langsung melakukan tes kehamilan dengan memeriksa urin setelah pasien menjalani transfer embrio (salah satu proses dalam program bayi tabung) dan godaan ini sebaiknya ditahan.

Baca juga: Amankah berhubungan intim usai transfer embrio?

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas, endokrinologi, dan reproduksi dari Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Aida Riyanti, Sp.OG-KFER, M.RepSc mengatakan diperlukan waktu hingga beberapa minggu sejak hari transfer sampai sel-sel plasenta mulai memproduksi cukup hormon yang dikenal sebagai human chorionic gonadotropin (hCG) untuk dapat terdeteksi dengan tes darah.

"Kurangi melakukan hal-hal yang membuat Anda dan suami berpikiran yang tidak-tidak, terlebih hal yang belum pasti," kata dokter yang berpraktik di RS Pondok Indah IVF Centre dan RS Pondok Indah – Bintaro Jaya itu melalui keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu.

Aida menyarankan pasien tidak panik usai setelah transfer embrio. Menurut dia, sebaiknya cobalah untuk tetap rileks. Menempel atau tidaknya embrio tergantung pada kualitas embrio dan seberapa reseptif rahim calon ibu.

Baca juga: Kualitas embrio tak menurun meski dibekukan dalam jangka waktu lama

Oleh karena itu, menurut dia, tidak ada hal mendasar untuk dapat dilakukan yang akan mempengaruhi hasil.

"Ini penting untuk diingat, karena ketika sebuah siklus gagal, sangat mudah untuk menyalahkan diri sendiri karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu setelah transfer embrio. Padahal, bisa saja penyebabnya adalah hal lainnya. Jadi, ingatkan diri untuk selalu berpikiran positif dan tetap tenang, ya," saran Aida.

Di sisi lain, pasien mungkin ingin mengawasi gejala-gejala tertentu yang dapat terjadi pada hari-hari setelah transfer embrio. Wanita yang mengonsumsi obat kesuburan dapat mengalami kondisi yang disebut sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS).

Kondisi ini dapat terjadi ketika tubuh merespons secara dramatis terhadap hormon yang disuntikkan yang digunakan sebagai bagian dari proses IVF.

OHSS dapat menyebabkan gejala seperti: sakit perut, perut kembung, mual, muntah. Gejala ini bisa ringan, tetapi juga bisa memburuk dengan sangat cepat jika calon ibu memiliki kasus sindrom yang serius.

"Jadi, apabila Anda tiba-tiba merasakan sakit parah di perut, jangan menunggu terlalu lama. Segera hubungi dokter, maternity counsellor, atau klinik dan jelaskan gejala yang dialami," demikian pesan Aida.


Baca juga: Wanita hamil tetap perlu rutin bergerak walau masa pandemi

Baca juga: Wasir setelah melahirkan bisa disembuhkan

Baca juga: Inilah syarat keberhasilan inseminasi buatan

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022