Jakarta (ANTARA) - Dokter kebidanan dan kandungan Muhammad Dwi Priangga mengatakan metode in vitro fertilization (IVF) dengan stimulasi minim obat memiliki tingkat keberhasilan yang sama dengan IVF konvensional yang rata-rata menggunakan banyak obat untuk meningkatkan hormon sel telur.

“Di dunia masih banyak pasien yang melakukan dengan konvensional, yang natural masih sedikit, jumlah sel telur metode natural jauh lebih sedikit dibandingkan konvensional, tapi yang berhasil tertanam di dalam rahim tanpa obat banyak dengan yang konvensional hampir sama tidak jauh berbeda,” ucap dr. Muhammad Dwi Priangga, Sp.OG, SubspFER yang menyelesaikan pendidikan spesialis obstetri dan ginekologi di Universitas Indonesia saat ditemui di Jakarta, Jumat.

Dokter yang merupakan anggota Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dan Asia Pacific Initiative on Reproduction Endocrinology (ASPIRE) itu mengatakan pada program IVF (bayi tabung) yang konvensional, dosis suntikan hormon agar sel telur bisa pecah untuk dibuahi rata-rata mencapai 2.400 unit suntikan, bahkan lebih jika dokter tidak melihat respon yang bagus.

Baca juga: Tuba falopi tersumbat jadi indikasi perlunya dilakukan bayi tabung

Efek dari pemberian hormon tersebut, kata Angga, memang akan meningkatkan jumlah sel telur hingga 20-30 sel, namun, terlalu banyak suntikan yang diberikan juga dapat memberikan efek samping yang kurang baik pada pasien maupun calon bayi seperti angka kelahiran yang rendah serta kualitas sel telur yang tidak baik.

Siklus suntikan hormon pun lebih lama, pemberian suntikan hormon baru bisa dilakukan saat memasuki hari ke 14 masa ovulasi.

“Metode minimal IVF masih diberikan obat, namun, tidak sebanyak yang konvensional karena kombinasi obat minum letrazole atau clomiphene. Setelah itu diberikan suntikan hanya maksimal dua sampai tiga kali,” ucap Priangga.

Sang dokter menjelaskan untuk metode minimal IVF dengan mild stimulation (minim obat), dokter akan memberikan suntikan maksimal tiga kali selama proses pembentukan hormon di hari kedelapan saat masa ovulasi.

Sel telur yang terbentuk dengan bantuan suntikan hormon akan berkembang, namun, tidak terlalu banyak seperti pada program hamil konvensional. Jumlah sel telur yang terbentuk sedikit justru akan semakin memudahkan dokter melihat telur yang benar-benar matang agar saat proses pembuahan, embrio yang dihasilkan maksimal dan terbaik.

Baca juga: Dokter: perbaiki gaya hidup agar proses bayi tabung optimal

Priangga juga mengatakan metode itu hanya mengambil 3-5 sel telur yang terbaik, untuk menghindari kemungkinan risiko bayi kembar, kelahiran prematur dan preeklamsia jika sel telur yang diambil terlalu banyak.

“Dengan jumlah telur yang sedikit maka memungkinkan untuk melakukan tindakan petik telur tanpa anestesi rata-rata 5-10 menit untuk 3-5 telur. Kalau konvensional bisa sejam karena banyak yang diambil jadi harus anestesi dan itu tidak nyaman,” kata dia.

Untuk pasien yang belum pernah melakukan program kehamilan, dokter akan melakukan pemantauan obat selama siklus dan melakukan USG transvaginal dan pemeriksaan kromosom dengan durasi yang cepat. Setelah itu pasien, akan melakukan stimulasi hormon hingga transfer embrio pada usia lima hari agar yang terbentuk lebih bagus dan bisa bertahan di rahim.

Dia juga mengingatkan IVF dengan metode mild stimulation itu akan lebih tinggi angka keberhasilannya jika dilakukan pada orang usia 30-35 tahun.

“Kalau ada pasangan yang tidak hamil setelah setahun pernikahan segera konsultasi ke dokter karena keberhasilan bagus kalo di bawah 35 tahun jadi lebih cepat lebih baik,” kata Priangga.

Baca juga: Dokter: Diet sangat tidak dianjurkan untuk ibu yang ikuti bayi tabung

Baca juga: Dokter: Siapkan kehamilan dengan gaya hidup sehat

Baca juga: Ketahui riwayat kesehatan sebelum rencanakan kehamilan


Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023