Aden (ANTARA News) - Tiga prajurit Yaman dan 10 orang yang diduga gerilyawan Al-Qaida tewas dalam bentrokan-bentrokan di daerah pinggiran Zinjibar, kota wilayah selatan yang dikuasai militan, kata seorang perwira militer, Kamis.

"Bentrokan-bentrokan sengit berlangsung (Rabu) malam" di daerah pinggiran Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, yang dikuasai kelompok bersenjata yang diduga gerilyawan Al-Qaida pada akhir Mei, kata perwira dari Brigade Lapis Baja 119 itu kepada AFP.

"Tiga prajurit tewas dan empat lain cedera, sementara informasi dari pihak lain mengatakan bahwa sedikitnya 10 orang bersenjata Al-Qaida tewas," katanya.

Di dalam kota itu, hanya pangkalan Brigade Mekanik 25 yang masih dikuasai oleh pasukan pemerintah.

Perwira itu mengatakan, pasukan membuat kemajuan di lapangan dan kota itu dikepung. Pasukan pemerintah bisa memasuki Zinjibar dalam waktu beberapa jam, tambahnya.

Puluhan prajurit tewas dalam bentrokan-bentrokan di dan sekitar Zinjibar.

Sementara itu, pasukan Yaman membunuh dua orang bersenjata pro-pemrotes, Kamis, dalam serangan di dekat Taez terhadap militan yang melindungi demonstran anti-pemerintah, kata beberapa saksi.

Orang-orang bersejata itu merupakan bagian dari "Rajawali Kebebasan", yang dibentuk dari orang-orang bersenjata dan anggota suku untuk mengamankan protes setelah pasukan keamanan membunuh lebih dari 50 orang dalam penumpasan terhadap aksi duduk pekan lalu di Taez pusat.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh telah menewaskan ratusan orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011