Jakarta (ANTARA News) - Laba bersih BNI pada tahun 2005 sebesar Rp1,6 triliun atau lebih rendah dibanding tahun 2004 yang mencapai Rp3,14 triliun, kata Dirut BNI Sigit Pramono. Penurunan ini karena melemahnya kondisi perekonomian nasional akibat tingginya harga minyak sehingga berdampak terhadap penurunan kinerja perusahaan dan mempengaruhi kelancaran pembayaran kredit kepada perbankan serta penerapan PBI 7/2/2005 tentang penyeragaman kolektibilitas kredit, kata Sigit di Jakarta, Selasa. "Laba bersih 2005 secara indikatif sebesar Rp1,6 triliun, memang kurang baik dan ini disebabkan kinerja perekonomian kita yang menurun akibat kenaikan harga minyak," katanya. Sementara itu, Sigit menilai, pada 2006 pada semester pertama akan bergerak secara hati-hati dalam menyalurkan kredit dan baru akan agresif menyalurkannya pada semester kedua sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia. "Kalau bisa kita akan manfaatkan peluang pada semester dua, sehingga secara rata-rata laba kita akan bisa lebih baik," katanya. Sementara itu, pengamat ekonomi Tony Prasetyantono menganggap keputusan BI untuk menunda pelaksanaan PBI 7/2/2005 sangat terlambat karena dilakukan setelah setahun Peraturan Bank Indonesia (PBI) itu berjalan. "Keputusan merelaksasi PBI itu sangat terlambat. Kenapa butuh satu tahun untuk menunda pelaksanaanya, padahal PBI itu sangat menghambat kinerja perbankan," katanya. Sebelumnya, Bank Indonesia pekan lalu memutuskan untuk menunda pelaksanaan PBI No.7/2/2005 mengenai kualitas aktiva produktif yang selama ini dinilai memberatkan perbankan. Penundaan ini, dilakukan sampai dengan membaiknya kondisi perekonomian dan kesiapan infrastruktur pendukungnya, sekitar satu sampai dua tahun ke depan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006