Jakarta (ANTARA News) - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) membantah terjadi penggelembungan (mark up) harga pembelian mesin pembangkit gas turbin yang diperuntukkan bagi PLTG Borang, Palembang, Sumsel. Direktur Utama PLN Eddie Widiono Suwondho di Jakarta, Selasa mengatakan, berdasarkan perhitungan, harga pembelian mesin pembangkit tersebut malah hanya 67 persen dari harga mesin baru. Menurut dia, lebih rendahnya harga pembelian tersebut karena PLN membayar mesin pembangkit jenis Truck Mounted (TM) 2500 produksi General Electric (GE) tersebut secara mengangsur selama 4 tahun. "Jika dibilang mesin bekas dibeli harga baru, pengertiannya tidak begitu. Karena, mesin itu dibayar secara mencicil selama empat tahun," katanya. Namun demikian, PLN menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kasus tersebut kepada pihak kepolisian. "Kami persilahkan dinilai. Kami siap bertanggung jawab," katanya. Eddie mengatakan, pengadaan mesin itu sudah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Menurut dia, harga "free on board" (FOB) mesin baru saat itu adalah 12 juta - 15 juta dolar AS per unit atau 24 juta-30 juta per dua unit. Sedangkan, harga pembelian PLN adalah 29 juta dolar AS per dua unit dan dicicil selama empat tahun. "Jadi, kalau kita bandingkan harga pembelian PLN sebesar 29 juta dolar AS dan nanti kontrak akhirnya hanya 27 juta dolar, lalu kita hitung ke depan, maka harga FOB-nya hanya 67 persen dari harga mesin baru," katanya. Eddie mengatakan, pembelian mesin tersebut dilakukan secara cepat, selain mengatasi krisis listrik di wilayah Sumatera bagian selatan yang mengalami defisit hingga 400 MW per tahun, juga menghemat pemakaian BBM.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006