Jakarta (ANTARA News) - Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan ratusan isolat mikroba jenis baru di 13 daerah di Indonesia seperti Jambi, Bogor, Purwodadi, Lombok hingga Kupang.

"Dari penelitian kami dan identifikasi awal terhadap 6.500 mikroba, 30 persen merupakan isolat mikroba yang kemungkinan merupakan jenis baru," kata Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Dr. Puspita Lisdiyanti dalam acara "Desiminasi dan Workshop Hasil Kerjasama Penelitian LIPI dan Institusi Riset di Jepang" di Jakarta, Rabu.

Hasilnya telah dipublikasikan 10 jenis mikroba, di antaranya dari jenis actinomycetes, yang memiliki fungsi signifikan sebagai salah satu unsur bahan antibiotik yang berguna bagi manusia, ujarnya.

Mikroba jenis actinomycetes ini, ujarnya, berkontribusi sebanyak duapertiga bahan antibiotik di dunia, sedangkan sisanya sebanyak sepertiga bahan antibiotik berasal dari fungi (jamur), sintesa kimia serta beberapa dari bakteri.

"Banyak kekayaan biodiversitas alam Indonesia yang belum terungkap, misalnya mikroba. Hanya sebagian kecil saja mikroba kita yang sudah terdeteksi, seperti actinomycetes ini, padahal nilai ekonominya tinggi," katanya.

Isolasi mikroba yang telah dilakukan pihaknya kemudian menjadi pijakan bagi kolaborasi penelitian berikutnya dengan Pusat Penelitian Kimia LIPI untuk mencari enzim atau bahan aktif yang bisa bermanfaat mengatasi penyakit.

"Misalnya enzim helikase untuk menghambat pertumbuhan virus hepatitis dan enzim manakase yang berguna untuk mendegradasi biomassa seperti sampah," katanya.

Kolaborasi riset dari 100 isolatnya dengan lab kimia LIPI juga menemukan bahan aktif mikroba yang arahnya sebagai obat osteoporosis, tambahnya.

Peneliti di lab kimia, lanjut dia, tidak perlu lagi mencari dan mengisolasi sendiri berbagai mikroba untuk dicari bahan aktifnya, mereka cukup menggunakan temuan mikroba dan isolat yang dihasilkan lab biologi.

"Mereka bisa langsung melakukan screening (menapis -red) isolat tersebut untuk mencari bahan aktifnya. Dengan demikian rentang yang sangat panjang dalam riset obat-obatan bisa diperpendek 2-3 tahun," katanya sambil menambahkan bahwa proses "screening" untuk menemukan satu bahan aktif di luar negeri membutuhkan sedikitnya 10 ribu isolat.

Biaya yang besar dan panjangnya perjalanan yang harus dilalui membuat hampir semua perusahaan obat di Indonesia selama ini tidak melakukan riset sendiri dan hanya memproduksi obat lisensi.

(D009/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011