Jakarta (ANTARA) - Pengamat Politik Fachry Ali mengenang Cendekiawan Soedjatmoko sebagai sosok yang memang dilahirkan untuk menjawab tantangan-tantangan modernisasi.

“Soedjatmoko itu dilahirkan untuk mencari jawaban-jawaban terkait modernisasi yang mau tidak mau harus dihadapi,” ujar Fachry Ali.

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk “Mengenang Peninggalan Karya Intelektual Soedjatmoko” yang disiarkan langsung di kanal Youtube LP3ES Jakarta, dipantau dari Jakarta, Senin.

Pandangan seperti itu ditemukan Fachry Ali melalui pengamatan dan pemahaman terhadap pemikiran Soedjatmoko dalam karya-karya beliau. Fachry Ali menilai kajian-kajian Soedjatmoko terhadap modernisasi lebih mendalam dibandingkan kajian-kajian lain, seperti karya Sutan Sjahrir.

“Sebenarnya, tantangan modernisasi juga berusaha dijawab oleh Sutan Sjahrir di dalam bukunya yang berjudul Perjuangan Kita. Modernisasi disampaikannya sebagai sistem gagasan tentang kita harus menerima dunia internasional, jangan berpikiran sempit, dan seterusnya," kata Fachry Ali.

Baca juga: Lebih dari tiga ratus tulisan karya Soedjatmoko didigitalisasi
Baca juga: Dirjen: Pemikiran Soedjatmoko soal pembangunan dinilai masih relevan


Namun, lanjut dia, kajian terhadap modernisasi yang disampaikan oleh Soedjatmoko jauh lebih mendalam daripada pembahasan dalam buku Perjuangan Kita itu.

Soedjatmoko, kata Fahry Ali, merumuskan bahwa keberadaan modernisasi memang ada. Namun Soedjatmoko juga mendalami cara melalui modernisasi, yaitu dengan melepaskan seluruh kekuatan dan energi yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, modernisasi tidak berbalik menghancurkan manusia.

Pada kegiatan yang ditujukan pula untuk memperingati 100 tahun kelahiran Soedjatmoko itu, pengamat yang juga merupakan Anggota Dewan Pengawas Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi, dan Sosial (LP3ES) ini menyampaikan pula kekagumannya pada karya-karya dan pemikiran Soedjatmoko, terutama terkait pembangunan.

“Saya sangat suka, Soedjatmoko mengatakan, pada akhirnya, di dalam proses pembangunan itu, yang pertama-tama menjadi korban adalah kebebasan manusia,” ujar Fachry Ali.

Melalui pemikiran itu, kata Fachry Ali, dapat dipahami bahwa ancaman terhadap hancurnya kebebasan manusia, kemerdekaan, dan otonomi dari sudut pandang Soedjatmoko, tidak bersifat tunggal, tetapi melibatkan berbagai aspek, bahkan dalam proses pembangunan.

“Pembangunan itu sendiri pun mengancam kebebasan manusia ketika kemudian negara-negara berkembang mengalami keterbelakangan yang gila-gilaan. Jadi, kemiskinan dan kebodohan itu sulit untuk diselesaikan,” ujar dia.

Selanjutnya, untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan pendidikan yang tidak merata itu, Soedjatmoko menyampaikan bahwa secara struktural, akan ada kekuasaan bersifat otoriter untuk mencarikan jalan keluar.

“Ini terjadi di Indonesia sehingga pemikiran Soedjatmoko tentang pembangunan itu pun masih relevan hingga sekarang,” kata Fachry Ali.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2022