"Hampir semua permintaan untuk permohonan pengampunan mati itu saya tolak, demi keadilan."
Jakarta (ANTARA News) - Berkaitan dengan respon publik terhadap eksekusi hukuman mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi, Ruyati Binti Satubi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan bahwa supremasi hukum berada di atas segalanya.

Dalam konferensi pers di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis, Kepala Negara mengingatkan bahwa setiap negara memiliki sistem hukum sendiri, adat istiadat, serta budaya setempat yang patut dihormati oleh warga negara asing di negara tersebut.

"WNI, siapa pun, termasuk saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri, wajib untuk memahami sistem hukum itu, termasuk adat istiadat dan budaya setempat," ujarnya.

Sebaliknya, Presiden pun meminta agar warga negara asing memahami dan mematuhi tata praktik sistem hukum di Indonesia.

Kepala Negara mengaku sering menerima permohonan pengampunan dari pemerintah negara lain yang warganya dijatuhi hukuman mati di Indonesia.

"Jawaban saya supremasi hukum di atas segalanya. Hampir semua permintaan untuk permohonan pengampunan mati itu saya tolak, demi keadilan. Kalau ada kejahatan sangat erat saudara kita mendapat hukuman mati, mengapa warga negara lain pantas diberikan pengampunan. Ini berlaku di semua negara. Sesungguhnya supremasi hukum berada di atas segalanya," tuturnya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyebutkan, pemerintah Indonesia telah memohonkan pengampunan untuk TKI yang bermasalah hukum di Arab Saudi termasuk 23 orang yang terancam hukuman mati.

Sebanyak 316 orang yang bermasalah hukum di Arab Saudi telah dibebaskan tanpa syarat dan dipulangkan dengan biaya yang ditanggung oleh pemerintah Arab Saudi. Namun, ia mengemukakan, pemulangan WNI itu dilakukan secara bertahap dan sampai saat ini yang sudah kembali ke tanah air baru berjumlah 190 orang.

Untuk 23 orang yang terancam hukuman mati, menurut dia, pemerintah Arab Saudi telah menetapkan bahwa mereka tidak bisa langsung dibebaskan karena harus menunggu diluluskannya permintaan maaf dari keluarga korban.

Pemerintah Indonesia, menurut Patrialis, sampai saat ini tetap mengupayakan permintaan maaf dari keluarga korban maupun melalui lembaga pemaafaan yang berada di bawah gubernur masing-masing wilayah tempat penahanan TKI.

Meski demikian, Patrialis mengatakan, sampai saat ini 23 TKI tersebut belum mendapatkan permohonan maaf, termasuk Ruyati yang telah dieksekusi, dan Siti Zaenab yang eksekusinya hanya ditunda menunggu dewasanya ahli waris dari keluarga korban.
(T.D013*P008)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011