Mana itu La Ode yang kencang mengkritik berbagai kebijakan pemerintah maupun DPR, dalam proyek ini dia diam saja, tidak terdengar suaranya
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Jafar mengatakan, pembangunan gedung perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) harus dievaluasi karena terlalu mahal dan ada kejanggalan-kejanggalan.

"DPD juga tidak memiliki peran signifikan untuk memperjuangkan nasib rakyat. Oleh karena itu fasilitas yang akan dibangun itu sangat berlebihan dan tidak masuk akal," kata Marwan di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan, DPD belum efektif memperjuangkan daerah sehingga belum layak diberikan kantor perwakilan yang harganya mencapai Rp30 milliar per kantor untuk setiap provinsi.

Dirinya pun mengkritik pimpinan maupun anggota-anggota DPD seperti La Ode Ida, Azri Anas yang selama ini kerap memprotes langkah rencana pembangunan gedung DPR, namun dalam kasus ini diam seribu bahasa.

"Mana itu La Ode yang kencang mengkritik berbagai kebijakan pemerintah maupun DPR, dalam proyek ini dia diam saja, tidak terdengar suaranya," ungkap Marwan.

Marwan menengarai  ada permainan dalam rencana pembangunan gedung perwakilan DPD ini. Untuk itu dirinya mengharapkan agar DPD seperti halnya DPR mau terbuka dan mengundang BPK, BPKP maupun KPK untuk memeriksa rencana pembangunan gedung itu.

"Terbuka dong jangan ada yang ditutup-tutupi. Nilai Rp10 juta per meter persegi sungguh sangat tidak masuk akal buat membangun gedung setinggi 4 lantai saja," tantang Marwan.

Sementara itu, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi meminta DPR untuk mengkaji ulang anggaran yang telah disetujuinya untuk membangun Gedung Perwakilan DPD RI di daerah.

Menurutnya, nilai Rp30 miliar untuk setiap gedung yang akan dibangun di setiap provinsi ini sangat tidak masuk akal dari segi besarnya anggaran maupun fungsinya.

"Kini DPD sudah memulai proses pembangunan Gedung Perwakilan mereka di setiap provinsi. Saya minta sebelum terlambat DPR membatalkan anggaran yang telah mereka setujui karena baik dari segi besaran anggaran maupun fungsi dari gedung itu sendiri nanti, sangat tidak masuk akal,” ujar Uchok.

Pembatalan itu, menurut Uchok, bisa dilakukan DPR dengan cara mendesak Menteri Keuangan untuk tahap awal menunda pencairan dana itu.

Dari aspek rencana luas bangunan seluas 2.800 meter persegi harga pembangunan gedung pun menurut Uchok sangat mustahil karena jauh di atas indeks harga bangunan. Harga bangunan gedung 4 lantai itu nilainya sekitar Rp3 juta-Rp4 juta per meter perseginya sementara anggaran yang akan digunakan adalah Rp30 miliar.

"Gedung seluas 2800 meter persegi dibangun dengan dana Rp30 miliar, artinya harga per meter perseginya Rp10,1 juta. Ini tentunya harga yang sangat tidak rasional. Gedung 4 lantai tentunya tidak semahal gedung 30 lantai seperti rencana gedung DPR. Gedung DPR saja harganya hanya Rp6 juta permeter persegi, masyarakat sudah heboh,” imbuhnya.

Ia menambahkan, luas lahan 2.800 meter persegi untuk empat orang anggota berarti tiap anggota mendapatkan ruangan 700 meter. Luas sebesar itu bagi seorang anggota DPD sangat tidak masuk akal.

Pelaksanaan pembangunan gedung perwakilan tersebut menunjukkan betapa DPD tidak memiliki empati terhadap kondisi masyarakat dan juga tidak sesuai dengan Inpres 7/2010 tentang Penghematan Anggaran.

Saat ini, masyarakat tidak memerlukan gedung DPD sebab yang dibutuhkan masyarakat adalah kesederhanaan DPD. Menurut Uchok dengan menyewa kantor di daerah, atau menggunakan rumah pribadi malah lebih baik, karena rata-rata anggota DPD itu adalah orang kaya di daerahnya karena ketokohannya.
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011