Jakarta (ANTARA News) - Komisi III DPR RI akan mengundang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna  mempertanyakan kasus cek pelawat pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia pekan ini.

Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin, kasus cek pelawat tersebut yang saat ini telah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi masih banyak ditemui kejanggalan.

"Ya dalam RDP mendatang, kami akan pertanyakan kasus cek pelawat ini. Terutama mengenai adanya beda pendapat hakim di Pengadilan Tipikor dan penetapan tersangka," kata Aziz, Jakarta, Minggu.

Menurut Aziz, di dalam norma hukum, tidak seharusnya terjadi adanya dissenting opinion atau pendapat berbeda hakim. Sebab hal itu menyiratkan masih adanya sederet kelemahan di level penyidikan maupun penuntutan perkara korupsi yang diemban KPK.

"Itu beda pendapat tidak seharusnya terjadi. Meski mengkritisi, namun saya tetap menghormati proses yang dilakukan KPK dan tidak mau mencampurinya," kata Aziz.

Menurut Aziz, kelemahan penanganan kasus ini juga meliputi aspek penetapan
tersangka Nunun Nurbaeti. Aziz menilai penetapan status tersangka Nunun yang didasari pada keterangan saksi, Arie Malangjudo yang menyebut bahwa Nunun memerintahkan pemberian cek pelawat untuk anggota Komisi IX DPR periode 2004-2009 masih mengundang tanda tanya.

Soalnya, merujuk pada hukum positif Indonesia, yakni Pasal 185 ayat (2) KUHAP, keterangan se­orang saksi belum dapat dianggap sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan se­seorang atau dikenal dengan isti­lah Unus Tetis Nullus Tetis (satu saksi bukan saksi).

Artinya, lanjutnya, jika alat bukti yang tersedia hanya terdiri dari seorang saksi tanpa ditambah keterangan saksi lain atau alat bukti lain, maka kesaksian tunggal tersebut tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan seseorang.

"Nah, penetapan tersangka terhadap kasus ini juga yang akan dipertanyakan pada RDP mendatang. Ini tidak sesuai dengan norma hukum. Seharusnya diambil dari keterangan dua atau lebih keterangan saksi," terangnya.

Atas kejanggalan kinerja KPK dalam menanganai sejumlah kasus, Aziz berharap agar calon pimpinan KPK ke depan tidak lagi menerapkan pola penyeledikan kasus seperti cek pelawat ini.

"Kami harapkan 10 calon pimpinan KPK yang dikirimkan ke Komisi III DPR RI mendatang harus lebih baik lagi dari yang ada saat ini,” kata politisi Golkar itu.

Sementara itu, mantan anggota Komisi III DPR RI yang juga aktivis anti korupsi, Anhar Nasution menilai, penanganan kasus cek pelawat oleh KPK penuh rekayasa. Menurutnya, berbagai keputusan hakim terhadap para terdakwa tidak sepenuhnya berdasarkan fakta.

"Lihat saja putusan terhadap Panda Nababan, dua hakim beda pendapat. Ini menunjukkan bahwa JPU dan KPK tidak mampu melengkapi tuduhan dengan bukti hukum yang valid. Kalau saja Panda ungkap semuanya, hukumannya bisa sampai 5 tahun," ujar Anhar.

Mantan anggota DPR RI periode 2004-2009 itu juga mensinyalir penanganan kasus cek pelawat tidak independen. Pasalnya, katanya, KPK menerapkan perlakuan yang tidak sama terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Ini menunjukkan ada pihak lain yang berusaha mempengaruhi proses penyidikan yang dilakukan KPK.(*)
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011